02 Mei 2009

MULAI SEKARANG ATAU TIDAK SAMA SEKALI

Tulisan ini;

Menggugah Imajinasi mengenai

PERUBAHAN/ PARADIGMA/ CARA PIKIR (Konstruksi-Struktur-Pola pikir)

TULISAN YANG ANEH...

CEPAT ; dibaca, dipahami/ mengerti, dirasa.

KUAT ; Argumentasinya.

BERKELAS ; Solusinya.

TERBUKANYA JENDELA PERUBAHAN

'SINOPSIS' BLUE-OCEAN not RED-OCEAN

(My ’Secret’ is Never Die)

Sebuah Renungan Panjang

CATATAN ‘MIRING’ SEORANG PENTHERAPIES

KOMPILASI JENIS TULISAN; ’SPOT, FUTURE, KARIKATUR, ESSAY & GRAFIK’

(Membaca tulisan ’Interactive’ ini membuat ; ’Orang Pintar’ jadi ’Cerdas, dan ’Orang tidak mengetahui apa-apa, menjadi terlihat Bodoh’, serta membuat’ Orang Bodoh jadi sesat’. Bentuk tulisan final; ’Padat, Jatuh dan Jelas arahnya.)

... ! ... ... ? ...

... ??? ..... !!!

... !!! ... ??? ...

..... ??? .....















Solusi dari fenomena ;

- PEMBELAJARAN DARI ‘KDRT’ TERHADAP ANAK

(PERLUKAH KITA MEMPERTAHANKAN BUDAYA YANG TIDAK LOLOS SELEKSI ALAM. KARENA HAL TERSEBUT SANGAT MEMPENGARUHI TUMBUH-KEMBANG MENTAL ANAK BANGSA, SEBAGAI BIBIT KELANGSUNGAN PROSES SIKLUS KADERISASI TINGKAT PERADABAN POSITIP YANG AKAN DATANG DI DUNIA ?) Original True Story

- WACANA FENOMENA DINAMIKA PERUBAHAN

(IBARAT SAKIT ITU SEPERTI TANGGA ESCALATOR YANG MATI. ‘PASTIKAN’ ITU TIDAK AKAN MENGHAMBAT JALAN KITA UNTUK MELEWATI PUNCAK ANAK TANGGA TERAKHIR)

- ‘KEY’ MOTIVASI DARI FILOSOF TASSAUF

(MEMBANGUN MIMPI INDAH, FOKUS BEKERJA KERAS, DAN PASSION)

(ILUSI KONYOL ; MODAL KECIL, HASIL BESAR, SERTA GAMPANG MENYERAH)

(MENYERAH, MENYESAL DAN MENANGIS. ITU ‘BUKAN-CARA’ KITA MENJALANI HIDUP INI)

Tulisan ini Pembelajaran dan Obat serta Jalan Keluar bagi Penderita tekanan ‘Akut’ yang Berlarut-larut

WACANA BUDAYA ‘PIKIRAN-HATI-PERBUATAN’

TERBUKANYA JENDELA ‘PERUBAHAN’ (QS: 13:11)

Kita tidak bisa memaksa sekehendak hati kita mengarahkan orang lain secara langsung atau melalui tulisan untuk mengikuti semua maunya kita, apa lagi wawasan pengetahuan kita terbatas. Karena ada 3 faktor utama yang membatasinya ;

1) Tidak mungkin seseorang mampu secara permanent membelenggu dan merubah (cuci otak) serta menggiring ‘PIKIRAN’ orang, tanpa argument yang kuat. Walaupun dengan cara ‘menghypnotis’/ membodohinya dengan 3 cara;

a) Menumbuhkan rasa kepercayaan berlebihan.

b) Menciptakan rasa ketakutan yang berlebihan

c) Serta menumbuhkan rasa selalu bersalah dan menghukum diri sendiri.

Hati-hatilah terhadap setiap pernyataan/ stetment negatip, lalu memaksa kita terjebak masuk dalam lingkar dominasi alur dialog stetment negatip tersebut, sampai titik tidak ada pilihan positip lain serta tataran solusi yang lebih jelas diterima akal sehat.

2) Tidak mungkin bisa mengklaim lebih tahu masalah baik/ buruknya ‘HATI’ diri sendiri, apalagi me’management’ hatinya sendiri, apalagi ‘Hati’nya orang lain. Sangat memungkinkan sekali, jika kita bisa membaca serta mendominasi arah pikiran orang sampai orang tersebut terlihat ‘sangat-bodoh’ sekali, namun sangat mustahil kita bisa menghakimi ‘Hati’ orang lain, kecuali ada acuan ukuran umum dalam komunitas besar.

3) Tidak mungkin orang yang selalu mengalami tempaan ujian berat dalam hidupnya diatas rata-rata umum, lalu dia belajar melewatinya, serta berhasil dengan pencapaian terlihat. Tiba-tiba kita mengecilkan dan meng-0-kan serta merasa lebih tahu sampai titik nadir pengalaman perjalanan hidup orang tersebut yang belum tentu kita mengalaminya. Mustahil mampu memahami sebuah tulisan, jika hanya melihat dari sampulnya saja. Carilah orang yang ‘tepat’, jika kita mau berbeda pendapat yang saling menghargai serta menghormati untuk perubahan kemaslahatan kemajuan peradaban lebih baik sebagai dinamika bukan sebagai dilema. Ada 3 poin secara umum ;

a) Jangan coba-coba memotong pembicaraan orang lain tanpa seijinnya.

b) Berbicara jangan keluar arah alur semesta/ content/ folder semula.

c) Kualitas akurasi isi pembicaraan yang dimengerti umum.

Semua orang punya masalah besar dalam perjalanan hidupnya. Dalam perjalanan sejarah modelnya hanya itu ke-itu saja. Solusinya juga itu ke-itu juga. Sangat mustahil mampu menyelesaikan setiap persoalan yang menjadi masalah besar, tanpa mau tahu latar belakang setiap persolannya. Itulah gunaya ‘LAPORAN’ tertulis untuk menentukan besar/ kecil semua kopensasi dari besaran aktivitas hidup sebelumnya. Masalah ‘gender’, “mengapa lebih banyak perempuan yang berhasil melewati masalahnya yang beragam dibanding pria?” Jawabannya, karena kebisaan baik kebanyakan wanita sukses mempunyai catatan ‘Dairy’ tersendiri sebagai ‘laporan’ acuan untuk Perubahan. Malaikat ‘Raqib dan Atib’ tugasnya juga mencatat buat laporan…, iya khan ?

Begitu juga dengan lampiran 'master' tulisan (yang sudah 'total' direvisi ; ter-organize, ringkas, padat, menarik dan cukup berat --menurut penilaian umum--) pada tulisan berikut, sebagai ‘catatan penting’ untuk penambahan suplement khasanah referensi bacaan, dalam menghadapi 'tabi'at' adat berkarakter keras yang anti 'Perubahan' positip.

Sekapur Sirih

TIDAK ADA YANG SALAH DALAM MENULIS

Menurut 'Taufiq Ismail' (Sastrawan 'Kawakan' Indonesia) –sewaktu berdialoq 'Kebudayaan' dengan seorang pakar 'Sosiologi-Antropologi', Prof. Dr. Qomaruddin Hidayat pada sore hari, menjelang buka puasa bulan Ramadhan, di televisi swasta Indosiar--, beliau sepakat mengatakan, “Sebenarnya menulis itu, tidak perlu hanya terpaku pada 'Gramatikal'nya saja. Dahulu, kualitas para pujangganya memang seperti itu, ditengah mayoritas masyarakatnya buta huruf. Namun sekarang, mencari yang idealnya seperti itu sangat sulit, seperti mencari jarum ditumpukan jerami. Karena harus diakui juga, tingkat kompleksitas / kerumitan jaman sekarang makin tinggi. Mengenai 'mutu', bisa-bisa kita tidak akan selesai membicarakannya. Buktinya, --Alhamdulillah-- sekarang telah muncul penulis-penulis muda yang berbakat, dengan usia rata-rata mereka sekitar 20 sampai 30-an. Dan mereka timbul justru dari beragam disiplin keilmuan yang berbeda. Mereka sangat mengusai 'intisari' penulisan 'sastra' modern, yaitu menguasai 3 variabel dasarnya, mengenai ; 'Akal', 'Hati-Jiwa-Perasaan', serta Value (banyak nilai-nilai dari 'pesan' positip yang disampaikan). Tinggal sekarang tingkat 'kedewasaan-kematangangan' serta open minded-open hart (buka pikiran dan buka hati) cara pandang para pembacanya.

Syarat 'menulis' ada 3, yaitu ; 1) Harus banyak menyimak keadaan dengan jeli. 2) Membaca yang cermat, serta 3) Mengetahui kepekaan rasa. Sedangkan inti dari penulisan yang 'menarik' itu (selain tingkat 'kejujuran' --aktual, akurat-berimbang, 'up to date'--), juga ada 3, yaitu ; 1) 'bisa menggelitik rasa ingin tahu', 2) 'enak di baca' dan 3) 'perlu'. Tulisan yang ‘Kuat’, biasanya berasal dari ‘Pengalaman-Hidup’ yang ‘Keras’. Kemudian di’Aktualisasi’kan dengan segala ‘Pengorbanan’ yang bukan main-main. Kalau 'kebiasaan-menulis' itu tidak dimulai sekarang, lalu kapan lagi ?

Masyarakat yang mempunyai 'peradaban' tinggi itu, pasti mempunyai 'kebiasaan' suka membaca. Seperti masyarakat di negara-negara maju, umumnya mereka tidak pernah takut akan sebuah tulisan. Karena mereka mempunyai prinsip, jika ada yang benar dari sebuah bacaan, harus diakui, walaupun berat menerimanya. Biasanya mereka tidak menolak dengan perubahan yang lebih baik. Ironisnya, pada masyarakat 'keterbelakang', mereka cendrung tidak suka membaca. Dan jika membaca juga hanya sebatas hal-hal yang ringan-ringan saja, menyejukan dan menyenangkan hati. Jika keadaan seperti itu berlangsung terus menerus, dan selalu menghindar pada yang berbau-bau 'perubahan' yang akan mengikis pikiran mereka, maka ditakutkan akan menimbulkan komunitas masyarakat yang sulit berkembang, dan hal-hal yang tidak diinginkan menjadi kemana-mana. Seperti kebodohan, karena kebodohan itu, sangat dekat sekali dengan 'kemiskinan'. Apalagi perkembangan tulisan dan bacaan di negara maju, sudah mencapai taraf bacaan yang sifatnya 'Interaktif' yang memaksa para pembaca berpikiran 'kreatif', agar perkembangan pikiran tidak selalu ‘Terlihat-Bodoh’ selamanya.

Ada 3 manfa'at ‘Pembelajaran’ dari 'Kekuatan kejujuran sebuah Karya Tulis', yaitu ‘Perubahan’:

1) Mengatasi kebaikan yang terkadang menutupi masalah sesungguhnya. Karena, kesalahan ‘akut’. Menulis dapat menjadi do’a yang cepat terasa perubahan dari keinginan yang kuat.

2) Dapat secara tertulis, mengatakan yang ‘Hak’ / kebenaran, walaupun terasa pahit, terutama di depan penguasa yang dzolim, dengan pilihan; ‘Kata, Gaya-bahasa, dan Intonasi-tulisan’ yang ‘Menarik’.

3) Tulisan adalah cerminan dari latar-belakang hidup, karakter dan watak yang kuat, serta jiwa si penulis itu sendiri. Artinya, si penulis 'Sudah berani menghadapi dan menjalankan 'tantangan' keadaan, serta kenyataan hidup yang paling ditakutinya sepanjang masa. Berarti, ia telah 'merubah' segalanya menjadi 'kenyataan' serta 'keadaan' sesungguhnya', untuk Khalayak.

Kebenaran’ itu dapat terungkap dari ‘Fokus-Kecerdasan-Ketekunan’ membuka ‘Tabir-Mistery’ sebuah ‘Tulisan’. Di dorong oleh ‘Rasa keingin-tahuan Hati’, yang sangat kuat sekali, dari sebuah ‘getaran’ yang selalu menggelitik, berupa proses urutan dari ‘Intuisi-Kepekaan-Naluri’, ‘Kejelian’, dan ‘Keberanian’ untuk mengungkapkannya. Sehingga ‘keterlanjuran’ hasilnya, dapat merubah ‘keadaan’ selama ini, menjadi ‘kenyataan’ sesungguhnya, juga sebagai ‘Pembelajaran’ untuk ‘Perubahan’ bagi peradaban lebih ‘Manusiawi’.

‘Ketidak-bahagiaan’, bukan dari apa yang ‘Tidak-dimiliki’, melainkan dari ‘Keputusan’ yang ‘Tidak-tegas’.. Inti masalahnya, kapan kita memulai sesuatu yang kita 'takutkan', dirubah sampai tuntas dengan segala tingkat 'resikonya' (Mario-Teguh). Menulis adalah salah satu solusi cara 'jitu'. Salah satu 'pesan' dalam Islam, untuk memenuhi 'Hak' anak sebagai kewajiban orangtua, “Ajarilah anak-anakmu membaca dan menulis, karena itu merupakan ilmu yang bermanfaat serta dapat kamu wariskan kepada mereka”.

TIP’S SCRIP BAGI PENULIS PEMULA

Tulisan ter’Organize’ , layak dan pantas dibaca. Topik ‘Menarik’ dengan Judul ‘Menantang’ serta Descripsi yang Jelas, didukung detail Kronologis yang ‘Kuat’. Agar ‘Massage’/pesan dapat ditangkap pembaca. Memulai ‘Menulis’ ada baiknya mengembangkan cerita dengan : Kerangka tulisan ‘Future’ secara ‘Runtut’, Beruntun-Jatuh, tulisannya, agar ‘Enak’ dibaca serta ‘Berkesan’ di’Hati’. Contoh umum; ‘Kerangka’ Tulisan yang dapat dikembangkan –dari tulisan ‘Spot’ 5w + 1H (What, Where, Who, When, Why + How)— menjadi tulisan ‘Future-menarik’. Tinggal ‘Fokus’ arah tulisannya saja tergantung si penulis menggiring para pembacanya saja. Gunakan ‘Rekaman’ untuk menuangkan isi kepala sebelum menulis, seperti sketsa ‘Tema dan Kerangka’ contoh tulisan berikut ;

1. Masalah yang dihadapi ?

KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) Terhadap Anak, secara ‘Masal’. Menghilangkan; ‘Percaya-Diri, Mimpi-indah, Imajinasi, Kreativitas, dan Keceriaan’ sang anak, sebagai ’Pilot-Project’ / Percontohan keluarga besar ibunya.

2. Apa latar belakang sampai hal tersebut terjadi/dialaminya ?

Kemelaratan-mental, Kebodohan dan Kecemburuan melahirkan ‘Obsesi-Kebengisan-Memangsa’. Membuat ‘lupa-daratan’ (tidak tahu ‘Malu’, tidak tahu-‘Diri’, & tidak tahu ‘Posisi’), ‘kacang lupa kulit’. Sampai keburukan mereka sendiri (para ‘PK’) dilemparkan tuduhan penghakiman tersebut sebagai fitnah dan hypnotis kepada si korban.

3. Adakah yang telah dilakukan untuk mencegah hal tersebut terjadi ? Jika tidak dilakukan ?

Mengikuti aturan main versi para ‘PK’ (Pelaku-Kejahatan) yang tidak jelas dan ‘Gila-Hormat’ serta dijadikan hanya 'Berharap' bantuan apa saja kepada para komunitas 'PK' sebagai 'Penelikung. Memberikan semua ’Waktu - Plihan hidup - Kesempatan berkembang’ kepada keluarga besar ibundanya terdahulu. Jika tidak, selain intimidasi, domisili ditiadakan, difitnah agar sulit berbaur dengan lingkungan, keberadaan masa-depan anak-istri ikut terancam.

4. Atau apa yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut ?

Semua cara, ternyata ‘konspirasi’ untuk menghipnotis itu selain sulit dibuktikan, juga cara ampuh untuk menaklukan target sasarannya. Akhirnya sempat lari ‘Hijrah’/ Pindah kota.

5. Berhasilkah? (Tidak ada Kebetulan dalam hidup. Kerja-keras dilihat dari ‘hasil’ pencapaiannya)

Sangat jauh ‘lumayan’ terlihat banyak orang hasilnya. Di usia 21-23 tahun (usia pilihan dari langit), berhasil membuat 2 Yayasan dengan kerumitan Nasional.

6. Adakah yang menjadi faktor penghambat penyelesaian masalah ?

Kepercayaan yang salah, bahwa ‘Keluarga adalah Segalanya’, dan masih dalam ‘Hypnotis’ tinggi dari lingkar para ‘PK’, layaknya ‘Komunitas Keluarga Srigala Buas & Lapar’ ‘terkesan’ seperti Dewa-Dewi.

7. Berapa lama proses penyelesaian itu berlangsung ?

Cukup lama, lebih dari 35 tahun, serta mengikuti ‘Hukum-Rimba’, ‘Siapa paling kuat dia menang’.

8. Dibantu oleh pihak tertentu atau menggunakan cara tertentu ?

Di bantu Istri dan musibah ‘Tabrak-Lari’ (merupakan peristiwa ‘Pencerahan’ dari Keajaiaban ‘Cara-Langit’, dengan ‘Kejadian’ 2 puncak benturan dahsyat, antara ‘Puncak Ketakutan-Berlebihan’ & ‘Puncak Keterbatasan-Ilmu’).

9. Kondisi sekarang ?

‘Lumayan’ ada perubahan walau sedikit sekali dari prilaku ‘Kebiasaan-Buruk’ para ‘PK’ yang ‘Akut’/ menahun.

10. Pelajaran yang dapat diambil dari masalah yang dihadapi ? (Hikamah dibalik Musibah).

Ternyata menulis itu dapat merubah keadaan menahun, menjadi ‘Kenyataan’ sesungguhnya, dan tulisan itu mampu ‘mentriger’/ memangsa pelaku ‘ketidak-setaraan’ sebagai akibat dari penyebab ‘Cikal-bakal Kerusakan’, serta dapat membunuh rasa takut berlebihan, membuat ‘Rasa-Percaya-Diri’ bisa tumbuh kembali yang sempat ‘Mati-suri’.

Hal yang sangat wajar, lumrah dan sangat manusiawi sekali, jika setiap orang baru ‘Tersadar’ dari hypnotis tinggi (sampai lebih dari 35 tahun), melalui cara-cara ‘Konspirasi’ KDRT terhadap anak (Kesepakatan kejahatan bersama secara terselubung rapi) berkesinambungan penuh ‘Intimidasi-Ketidak Setaraan-Dusta’ yang disampul dengan ‘dalih’ Agama - Sopan-santun - Senioritas, sehingga berdampak panjang bagi keturunan, membuat orang tersebut menjadi ‘sangat’ gusar sekali. Hebatnya, sebagai korban konspirasi keluarga sendiri, meredam amarah memuncaknya, agar jangan sampai terjadi hal-hal kriminal yang tidak diinginkan, masih menggunakan cara-cara eleghant melalui tulisan ‘Bukan Hanya Untuk Kepentingan Pribadi’, melainkan wujud pelajaran dari rasa Syukur menjadi jalan keluar yang belum terlalu jauh, sebagai mana korban-korban KDRT terhadap anak yang lain sampai menjadi suatu ‘Kebiasaan-Budaya-Primitip’ yang tidak seleksi alam. Tulisan ini termasuk, salah satu pengikis keras semua bentuk Peradaban yang ‘tidak-manusiawi’/ ‘Biadab’, terutama terhadap anak sebagai regenerasi kehidupan. Teguran keras berkelas, seperti contoh kasus ini, syah-syah saja dimata Allah SWT.

(QS: 4;148-149)

Jangan pernah takut dan ragu untuk memulai sesuatu yang menarik dan menantang, termasuk untuk mengembangkan sensasi tulisan di atas. Hasilnya, bisa dikembangkan melalui referensi lain dari Internet, toko buku, orang yang dianggap ‘kompeten’ dalam bidang ‘Tema’ yang sedang kita angkat. Kemudian, sebarkan tulisan itu, agar kita jadi tahu kekuatan tulisan kita, dari percepatan pertumbuhan prosentase para pembaca. Intinya ; hasil tulisan serahkan kepada pembaca saja. Tulisan yang kuat, biasanya melalui Investigasi pengalaman sendiri, sehingga dalam menulis betul-betul dipengaruhi getaran rasa yang berdampak kepada perasaan para pembacanya juga. Berikut, penjabaran berupa blue-print dari Angel (sudut pandang) tuntutan perubahan adab dari adat kebudayaan kurang terpuji.

BUKU I

PROLOG

Melawan tekanan, dari rasa takut yang berlebihan melalui tulisan, ternyata menjadi bakat terpendam. Sebenarnya, menulis untuk umum dimulai dari suara pembaca disalah satu media, sekitar 20 tahun lalu. Dilanjutkan menjadi reporter RRI Malang merangkap aktivis CIVITAS majalah kampus. Kemudian dikembangkan melalui kursus Jurnalis di Jakarta, dan sempat membidani sebuah penerbitan media koran di Sulawesi Tenggara. Dukungan bakat menulis yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut dan lebih luas lagi serta fokus arahan yang lebih jelas detilnya lagi dari 5 orang yang berkompeten dalam bidang penulisan, yaitu ; Bp.Indra (ex wartawan senior majalah Property, yang mengangkat kasus aset tanah mantan presiden Suharto). Bp.Andrea Hirata (Penulis 'Laskar-Pelangi' --Best Saller--), Bp.Azwir Tandjung (mantan Artis –aktor & produser--, ex Redaktur Utama media koran Berita Yudha). Bp.Qaris Tadjuddin (Manager Editor Majalah TEMPO). Bp.Yusuf Maulana (Direktur Editor, Penerbit besar Pro-U Media dari Yogyakarta, –sering mengadakan ’Event-event’ tingkat nasional). Tulisan berikut, dari cerita 'nyata' penuturan dari luka lama yang masih menganga. Dia berangkat dari tekanan akut, membuncah menjadi pemberontakan rantai yang membelenggu pikiran, kemudian kemarahan surut menjadi Kepasrahan dan Kesadaran akan arti sebuah Hikmah. Oleh karena itu bentuk tulisan pembelajaran ini, tidak ada sama sekali nama-nama pelakunya, apa lagi foto-fotonya, guna mencegah 'Aib'/ cela 'memakan bangkai saudara sendiri' dari salah pengertian karena keminiman pikiran kalangan para 'Pelaku-kejahatan' (PK).

Benar-benar suatu keajaiban yang sangat luar biasa sekali. Dengan kandungan kejujuran sebuah ’Keterlanjuran’ karya tulis seleksi-alam, 'Perubahan prilaku' dalam beberapa komunitas yang telah membudaya keburukannya, benar-benar berubah sangat menyolok sekali (entah karena nama baik terancam, atau memang betul-betul sadar atau apalah yang ’gak begitu penting). Mereka 'lebih saling menghargai'. Biasanya, merubah kebiasaan yang telah membudaya itu sangat sulit sekali, ibarat memindahkan gunung yang dapat menguras kantong, energi serta waktu. Itupun perjuangannya banyak yang gagal sampai melarat. (QS; 45;23)

Namun tidak ada yang tidak mungkin. Jika tulisan ini menggugah banyak prilaku orang yang dianggap umum selama ini, hal tersebut tidak lebih dari ke'Peduli'an perjuangan sebelumnya dari para penggerak perubahan lebih bermartabat. Kebiasaan terlalu 'Perduli', adalah aset dasar menumbuhkan kebiasaan 'Jujur', sebagai 'Modal' awal yang sangat 'Murah' sekali, menuju 'Keberhasilan, Kebersahajaan & Kemuliaan'. Namun, sifat dasar 'Selalu' perduli (biasanya terbawa-bawa dalam masalah teknis), menyebabkan tujuan awal bisa menyimpang, karena konsentrasi bisa terpecah serta tidak fokus menyelesaikan target yang telah ditetapkan secara maksimal. Sehingga sasaran kurang mengena atau tidak tercapai seperti apa yang telah diharapkan semula. Karena objek kepedulian 'berlebihan' tersebut, salah penempatannya serta bukan kepada orang yang tepat (tahu diri, tahu malu, tahu posisi sebenarnya), sehingga bukannya tantangan positip yang didapat, melainkan bumerang yang dapat men'triger'/ memangsa diri kita sendiri menjadi beban kesibukan tambahan.

Ingat hukum Quantum-Secret alam semesta yang saling memangsa dan saling mempengruhi antara kutub energi negatip dan energi positip. Beruntung bagi orang-orang yang bisa menempatkan diri pada posisi 'Filosofi' abu-abu, diantara dua kutub energi tersebut, sebagai poros perputaran yang mempengaruhi keduanya menjadi dinamika banyak warna dari energi langit (Yin-Yang). Jika kita berpikir 'Cerdas', berbicara 'Hukum' memang hanya ada dua wana --Hitam & Putih-- saja, Mutlak dan Absoulut. Namun jika berbicara proses kehidupan lain ceritanya. Banyak warna dinamika dalam kehidupan. Begitu juga cara memahami sebuah tulisan (apa saja), respon perubahan terlihat dari ketergantungan tingkat kecerdasan, kedewasaan serta kematangan pikiran para pembaca saja, dalam menyikapi karya, arti dari sebuah tulisan. Semua profesi ’Penulis’, pasti sudah siap menerima segala resiko, seperti; ’Citra, Pengadilan dan Kematian’ .

Esepsi/ pandangan sebagai penulis, bentuk deskripsi tulisan ini 'hidup' mempunyai energi daya 'feed-back' yang 'menarik'. Artinya, jika ada proses perubahan seperti yang diharapkan, otomatis perkembangan tulisan ini menjadi sangat lambat sekali. Namun, jika kebiasaan buruk yang telah menahun 'kumat' kembali, otomatis tulisan ini menjadi bergerak berkembang sangat cepat sekali. Semua itu didasari dari 3 tahapan proses pengalaman Memaafkan yang telah dilalui selama ini ; 1) Mema'afkan dan melupakannya adalah 'Kesialan'. 2) Mema'afkan, kemudian membiarkan saja yang telah berlalu, adalah 'Kebodohan'. 3) Mema'afkan serta memperbaiki keadaan dengan cara-cara cerdas, adalah puncak tingkat kepuasan dan kebahagiaan tersendiri serta kecerdasaan dalam bersikap untuk membangun percaya diri yang lebih tangguh. Penekanannya, kepada ’Orientasi Kualitas Dalam Proses’ (Kaizen). Tulisan ini, jika dianggap sebagai ’’Emosi-Opini-Egois’ untuk Kepentingan banyak-pihak, bukan Provokasi melainkan ’Perubahan Sikap Positip’, yang telah di ACC Allah SWT , sebagai ’Pelajaran’ (QS: 12;53).

Berikut, ringkasan cerita dari penuturan dan argumentasi yang sangat panjang seorang sahabat yang tahun 2009 ini memasuki usia kepala 4 (40 tahun), mengenai 'Asumsi' KDRT (kekerasan dalam Rumah Tangga) terhadap anak selama lebih dari 35 tahun dari curahan 'Hati' kegelisahan serta 'Kemarahan' yang sangat manusiawi sekali kewajarannya, yangkarena dorongan kuat ingin merubah 'PARADIGMA' cara berpikir serta prilaku budaya usang yang tidak pantas dipertahankan untuk kemajuan peradaban yang lebih berprikemanusia'an. Jika dianggap tidak 'berlebihan-mendramatisir'nya, bunyi puisinya sebagai berikut :

Ibarat aku dilahirkan sebagai wanita 'segar, cantik serta supel'. 'Dilalah'/ Tiba-tiba, dalam perjalanan hidupnya selalu dirampok, diperkosa secara masal dan berkesinambungan oleh orang-orang yang selama ini dikenal baik sebagai keluarga besar. Kemudian selalu diancam, untuk menciptakan rasa takut berlebihan, sehingga dalam hidup selalu bermimpi buruk. Lalu dicampakan begitu saja, sehingga dalam hidup selalu penuh ketakutan, minder dan selalu menghamba termehek-mehek.

Karena lebih dari ½ energi tenaga dari usianya telah terkuras, sampai berjalan selalu gontai dan tertatih-tatih serta terkena penyakit tidak boleh kecapaian diusia muda, akibat mempertahankan keyakinan, bahwa 'Keluarga adalah yang utama dan segalanya, yang disampul dengan kebersahajaan hidup para 'Dewa-Dewi' penuh dengan keber-agama-an'.

Untuk menutup 'Aib' serta melanggengkan penderitaan sebagai Ikon/ Citra/ Kesan buruk pada wanita tersebut, diciptakan hidup penuh dengan 'Sandiwara Basa-basi dari sebuah 'Konspirasi' (kesepakatan jahat bersama secara terselubung rapi), diciptakan 'kesan' seolah-olah selalu banyak membantu kesusahan dari wanita yang dianggap 'tidak-mandiri' tersebut --padahal akibat dari rekayasa-konspirasi para PK (Pelaku Kejahatan)--, secara 'sunguh-sungguh', melalui cara-cara kurang terpuji (pecundang, licik, dan culas sekali)”.

Lebih baik di besarkan oleh musuh yang menakutkan, daripada di-didik oleh lingkungan keluarga besar –terkesan-- sangat mengerti Agama. Beruntung serta 'Bersyukur'lah jika kita di'Asuh' dari kecil oleh lingkungan keluarga besar yang paham Agama.Semoga penuturan 'luka' ini menjadi Pembelajaran-Empati / Kepedulian kita terhadap 'Tumbuh-Kembang' sang Anak secara normal.

Kita selalu 'Bersyukur' berada sekarang ini, karena masa lalu kita yang kelabu itu. Karena pelajaran 'keras' menjalani hidup, merupakan 'Proses' dari orang-orang 'Pilihan' langit yang LULUS 'Seleksi-alam', untuk dijadikan contoh 'Kebijaksanaan' berhasil mengarungi kehidupan serta 'Memotivasi' banyak orang

Awal Penuturan tertulis, JAKARTA, 23 July 2004 (Tulisan untuk Hari Anak Se-Dunia).

15 TAHUN PERJALANAN SORANG MU’ALAF

PANTASKAH ISTRIKU MENDAPAT PREDIKAT ISTRI SHOLEHA ?

Sebagai tanda terimakasihku kepada ‘Kasih-Sayang’ Allah SWT, karena telah melepaskanku dari belenggu ‘kenistaan’ citra jalan hidup yang membelenggu pikiran serta ‘aib’ dari fitnah menyesakan hati, melalui bidadariMu ‘istri’ku tercinta, sebagai salah satu Mu’alaf Percontohan melewati Badai, ditengah gugatan tidak berdasar/ dasar yang rancu dari mayoritas Islam, yang wanitanya minim wawasan referensi penjabaran Islam yang jelas akurat mendukung fenomena dinamika sosial yang ada, bukan mengada-ada, dengan pencapaian hasil tidak jelas hasilnya.

Coba’an yang telah dilewati, dari istriku awal masuk Islam dengan pemberian Zakat berupa Hutang?, Karir hidup yang dikorbankan setelah mengucapkan ‘Dua Kaliamat Syahadat’. Bekerja di MIN I Malang dengan proses belajar berjilbab, lalu lepas ? Hamil tua, ditugaskan bosnya (nota-bane Islam) ke Surabaya, dan pada jam 2 malam ketuban pecah di kota Malang, diusir dokter (yang berdahi hitam) RSU Malang dengan para susternya berkerudung, kemudian diterima dan dilayani dengan prima secara eleghant di Rumah Bersalin Khatolik, dengan pelayanan yang mencengangkan.

Hari-hari berlalu, waktu selalu berjalan, bumi terus berputar, dan akupun telah berubah.

Henyak menyadarkan lamunan kosong yang telah melenakanku, ketika sisa setetes air hujan jatuh menyentuh hidungku. Ternyata tepukan dan usapan lembut dibahu kanan, menyapaku.

- „Ada yang sedang dipikirkan apa ya, selain aku, hmm...?“

+ Eh, kaget aku. Udah belanjanya ?“

- Mikirin apa dan siapa hayo...?“

+ Ah, kamu bisa aja, jadi malu nich, hm... (sambil mengedip-ngedipkan mata genit dengan senyuman yang dibuat-buat dan memang terlihat sangat jelek sekali).

- Ih, amit dech, dasar ge’erannya kebuangetan, gak ketulungan buanget sich“. Seraya mencubit dan memutar nan nakal pinggangku yang seksi tebal penuh dengan fat.

+ „Ayo kita pulang, anak-anak dah nungguin. Kasihan kelamaan nanti, hampir gelap nich“, ajaku kepada istriku sehabis belanja sepulang kerja dibilangan ujing kota Jakarta Timur.

Aisyah, itulah nama dan panggilan istriku setelah ia pindah ke-Imanan. Karakternya; Analitik-kritis (penuh keritik), Tegas, Keras, pantang di Tantang, sedikit cadel (ciri orang Cerdas), Realistis-berimbang. Phisiknya; Hitam manis, di atas bibir kanan ada sedikit bekas robekan (kecilnya tomboy sekali), tinggi 155cm, montok, bahu bidang (mantan olahragawati), wajah/ face/ kepala terlihat lebih kecil sedikit, jalannya gagah PD sekali, fleksibelitas tinggi dan sangat Gaul sekali. Aku bangga memilikinya, bukan karena memanfa’atkannya. Memang fungsinyapun, setelah menikah denganku berubah. Karena sifatnya penuh kelaki-lakian (hanya emosinya saja, terkadang –karena kecape’an— terlihat kewanitaanya saja). Semoga semua keterangan tulisan ini tidak berlebihan.

Awal pertemuan kami, rasa penasarannya terhadapku begitu tinggi. Kebetulan aku sejak lahir memang menarik (dan hampir bosan menyandang predikat tersebut), singkat kata istrikulah pemenangnya, dan dia sekarang benar-benar terjebak dalam keadaan sangat kurang menguntungkan masalah dunianya/ memprihatinkan sekali.

Dari sama-sama seorang aktivis kampus, sedangkan aku sudah taraf aktivis tinggkat kota, yang sama-sama mempunyai prinsip keras didukung sama-sama keras kepala, walau sangat berbeda alirannya bertolak belakang. Mungkin hanya persamaan itu yang menyatukan kami. Yang jelas, jangkauan kepribadianku sangat-sangat riskan dijadikan contoh, namun out-put akhirnya –sudah menjadi sifat dasarku— mempunyai hasil pemicu yang sangat bermanfaat bagi kepentingan banyak pihak. Sedangkan istriku seorang aktivis teladan yang dijadikan contoh kebanggaan kampus, karena dia seorang termasuk bintang kelas, bintang lapangan serta bintang organisasi.

Setelah retak hubungannya dengan mantan kekasihnya --kebetulan teman bekas tetangga kamar kostku, dan kami semua beda angkatan serta jurusan--, hampir saja istriku –pada sa’at itu— terganggu target kuliahnya, tidak mau menyelesaikan Sarjananya tepat waktu (hebatnya kekasihnya sa’at itu, walau adik kelas, namun pengalaman menaklukannya hebat sekali, padahal hanya mahasiswa biasa-biasa saja, gak ada yang menyolok --de... iri ni ye...--). Tidak jauh beda denganku sich, namun yang menyolok, aku mempunyai predikat termasuk aktivis kampus sekitar tahun 80-an, yang sarat berbenturan dengan aparat hukum ditengah cengkraman rezim pengusa tunggal sa’at itu. Terpaksa aku harus mengulang kuliah diluar kota lagi dari awal tahun 90-an. Anehnya, semua kreativitas aktifku sa’at itu, walaupun seriskan apapun, pasti didukung Kampus yang nota-bane-nya milik Keluarga Besar Yayasan Militer di Jawa-Timur. Menjelang periode akhir kekuasaan Rejim Presiden sa’at itu yang mulai Insyaf, hampir semua Mentri mantan Militer, karir terakhir mereka dari Yayasan tersebut.

Ironisnya, karena kecapaian tumbuh kembang di kota M tersebut, akhirnya kakiku mengalami lumpuh sebelah dan mengecil. Sampai dirawat di RSCM Jakartapun, 5 dokter kepala bagian, tidak mampu memprediksi penyakitku itu. Akhirnya, aku pasrah dan ikhlas menerima kenyataan sesa’at, dengan berpendapat yang salah kala itu. Bahwa kita hidup sudah ada jalannya masing-masing, dan tidak mungkin ngoyo ambil posisi atas sederajad orang lain. Jika kita tidak bisa terima –sepertinya— takdir kita sebagai orang biasa-biasa saja (mengkambinghitamkan Takdir Allah SWT). Ya..., mungkin saja prestasi itu kita dapat, namun resikonya lebih besar lagi, buat apa semuanya itu ? Anehnya, 2 wanita mantan teman seangkatan SMAku dari jakarta (lain jurusan) serta 1 teman priaku juga (dari jurusan IPA juga), sedangkan aku dari jurusan Sosial, mereka membesuk aku sakit. Entah dari mana mereka tahu aku di kota M. Karena mereka sudah mapan bekerja diperusahan besar di Jakarta sudah lama, mereka ambil cuti untuk ke Bromo, tidak ada salahnyakan jika mereka menghiburku juga khan (hanya intermezo lewat, he, he, he...).

Sebagai penghibur sifatku yang gak bisa diam, maka aku ikut aktif di majalah kampus sebagai anggota baru, untuk mengisi kekosongan waktu. Karena keadaan sakitku, aku merasa jadi beban rekan-rekanku lain dalam aktivitas kota dan kabupaten. Dalam training, Sari (nama panggilan istriku sebelum jadi muslimah) yang sedang patah hati, memperhatikanku dengan seksama. Menurutnya, apa sich yang istimewa dariku sampai setiap acara formil manapun, (menurutnya) aku dipersulit banyak pihak, namun aku tidak menggubrisnya, tabrak saja halangan sebesar apapun didepanku, dan hasilnya sich memang kebanyakan melewati target yang diharapkan semula. Sepertinya begitu sich...

Selain, sebagai aktivis kampus juga sebagai aktivis dalam komplek perumahan diwilayah kampus, yang penghuninya kebanyakan para aparat pemerintahan kota M, serta konglomerat dari Jawa Timur. Banyak acara positip yang telah mencapai hasil untuk mencegah kemiringan kreatif muda yang tidak tersalurkan sa’at itu. Dari rasa ketertarikan Sari terhadapku sa’at itu, membuat aku lama-lama juga perhatian terhadap dirinya, yang membuat mantan pacarnya muring-muring 7 keliling, tapi masih ada rasa takut menegurku yang telah dianggap ‚Macan-Kampus’ ha, ha, ha... (Ge’er buanget ya).

Singkat kata, kami mulai akrab. Setiap malam kami nongkrong diperempatan jalan raya depan kampus, bergabung dengan pedagang kaki 5, mengamati-bertukar pikiran-serta mempelajari fenomena yang ada, mesra sekali sa’at itu rasanya. Setiap jalan terpaksa bergandengan karena aku dipapah Sari karena kakiku telah pincang. Akhirnya aku berpikir, selama ini memang aku menutup diri terhadap lawan jenis, jangan sampai terlalu jauh seperti hubunganku dengan Sari. Karena aku berpikir, siapapun wanita yang masuk dalam kehidupanku, pasti masuk dalam lingkar setan kebiadaban peradaban keluargaku.

Namun aku berpikir lagi, selama ini awalnya yang aku kerjakan, awalnya bukan rasa dari sifat dasar ‚Empaty/ kepedulian’ku. Namun, rasa harga diri yang telah lari dari (alm.) Omku yang telah membiayai aku kuliah selama ini, kerena beda Prinsip, Visi serta Misi. Karena, aku takut alam dan lapar serta budaya daerah sa’at itu, aku mulai tinggal di Masjid kampus dengan segala keprihatinannya. Aku mulai mengumpulkan anak-anak kampung disekitar Kampus untuk aku ajarkan apa saja yang aku mampu ilmunya, siapa tahu bermanfa’at bagi mereka. Ternyata benar, makin hari anak-anak asuhku makin banyak, dan mereka selalu bawa makanan buah tangan dari para orang-tua mereka. Tidak sampai disitu, akhirnya masalah yang kutangani menarik banyak pihak. Terutama teman-teman wanita yang mau sholat dari semua angkatan dan jurusan. Rasa ingin tahu mereka, membuatku memanfa’atkan mereka untuk membantu kegiatan ekstraku. Hasilnyapun sangat luar biasa, selain mereka memperhatikan kebutuhan hidupku, mereka juga tidak malu-malu mempromosikan program sekolah rutin untuk anak-asuh kekelas mereka masing-masing. Akhirnya, pihak kampus, sampai personal merekapun, tidak ada yang pernah menolak setiap ide-ide gilaku untuk meningkatkan aktualitas diri. Termasuk aku minta tanpa prosedur, tapi dengan kecerdasan etika mengenai Surat Sakti untuk menembus semua lembaga-lembaga yang ada di Jawa-Timur. Karena pada tahun 90-an kampusku selain milik Yayasan Militer, juga termasuk Universitas 5 besar terbaik swasta yang ada di Indonesia.

Sekarang keadaanku seperti ini (pada sa’at itu juga sich), masa depan gak jelas. Apa hal-hal positip yang aku lakukan, belum tentu benar diterima sorganya, sedang nikmat dunia, dari kecil belum kudapat, apa lagi secara permanen. Kasihan, siapapun yang mendampingiku. Namun, rugi rasanya, jika nikmat akherat belum kudapat, apa lagi aku sering frustasi dengan keadaan kondisiku, sehingga semua kebaikan seumur hidupku, aku anggap menguap karena sering keluar dari ucapan orang-orang yang terjebak masa-lalu. Apakah ini akibat tidak bisa terima kenyataan sebagai orang sial seumur hidup, yang telah dicangkokan sebagai sumpah penyesalan ibuku sejak dari dalam kandungan ?

Namun sisi ruang hatiku terdalam, tiba-tiba menjadi besar dan berkata, “Tanggung sich lo nekadnya. Cara cerdas keterbatasan elo, sudah terbukti. Cara nekad elo juga nanggung, sehingga terkesan seperti lilin, orang lain terang elo kebakar, nikmat dunia akherat sepertinya elo juga belum dapet, kecian dech lo... Sekarang gak ada salahny elo pake cara gila. Karena, semua awal orang tersohor kebanyakan juga bego-bego, tapi mereka punya prinsip gak suka kambinghitamin takdir dan mereka pantang menyerah membuktikan keyakinannya. Setelah lingkungan menganggap mereka gila, baru Kasih-Sayang Allah menaikan namanya terlihat jelas. Berpikir positip, hasil positip. Berpikir negatip, hasilnya juga negatip. Allah beserta Udzon (prasangka). Semua resiko besar, hasilnya pasti lebih besar lagi, apakah engkau berani menjalani ‘Tantangan’ takdir ? Bukankah, Takdir sudah ditetapkan dan Nasib itu kita yang menentukan sendiri ? Ingat, Allah itu juga beserta orang-orang sabar yang tidak bisa menerima kenyataan, lalu mereka berusaha keras merubah nasibnya, dengan Kreativitas, Totalitas, Passion (gairah pantang menyerah), didukung Kejujuran dan Jaringan kerja. Bukankah syarat itu telah engkau bangun. Mengapa engkau jadi ragu menggunakannya bersama pasangan hidupmu. Tentukan pasangan hidupmu sekarang yang kamu anggap cocok”.

Setahuku, memang manusia dikasih pembatas antara dirinya dengan hatinya sendiri. Apakah ini kata Hati sisi terdalam dari pembatas lain itu. Mengapa argumennya jelas sekali ya. Bukankah dalam Islam itu, pemuda diwajibkan nikah, lalu Allah mengatur rejekinya? Dimana salahnya jika aku menikahi wanita tangguh yang tepat mendampingiku hidup yang keras, apaka si Sari itu orangnya, karena dia juga termasuk orang pintar nekad dan juga cukup gila. Coba aku uji dulu.

Singkat kata, aku bertanya kepada dirinya,

“Kamu mau sunguh-sungguh berteman denganku?”

“Emangnya, kena apa?” tanyanya.

“Aku tipe orang yang tidak bisa lama-lama berhubungan dengan lawan jenis, karena takut nanti aku menyakitinya”.

Sari terdiam tertunduk sejenak, lalu dia bertanya, “Maumu bagaimana?”

“Simpel aja sich, hanya mempertegas mengerucutkan persamaan kita cocok berlama-lama atau tidak”, ucapku singkat.

“Maksudnya?”, tanyanya lagi.

Aku mulai menjelaskan, “Hubungan kita ini sebenarnya seperti apa sich? Apakah kamu sebagai kakak kelasku, atau aku sebagai saudara tuamu untuk belajar hidup, atau sebagai pacar?

Sari balik bertanya, “Maumu gimana?”.

Lanjutku, “klo aku sich mau semuanya”.

“Oke, siapa takut ?’’, tantangnya.

“Baiklah, kalau begitu ada 3 tahapannya dariku, apa kamu sanggup?” tantangku lagi.

“Apa aja sich”, tantangnya lagi.

“Pertama, karena kita masyarakat berpendidikan, semua masalah dialog kita harus kita selesaikan dengan prioritas cara menalar kita, bukan dengan perasaan menyelesaikannya, perasaan faktor kedua saja, setuju?” tantangku.

Oke juga tuh, boleh!” tantangnya.

“Deal”, ucapku. “Yang kedua, untuk mendukung faktor diatas, bagaimana jika kamu menyelesaikan kuliahmu S1mu itu dalam 4 tahun, dengan IP komulatip diatas 3, sekian, dan Skripsimu harus nilainya A, apa kamu berani?”

“Ayo, berani!, apa ruginya bagiku?” ucapnya dengan nada sedikit keras.

Aku tersenyum, “nah yang ketiga, Setelah kamu capai semua, sebelum wisuda, baru kita dialoq dulu, kan kamu udah memenuhi syarat pintar, jadi tidak mungkin donk, pikiranmu dikuasai orang tolol sepertiku ? Dalam dialoq nanti, kita tentukan hubungan kita arahnya kemana, apakah aku ikut kamu atau kamu iku aku atau pisah saja lebih baik, atau hanya karena perbedaan apa kita tidak bisa bersatu, sehingga kita cari alat penyatu lain? Aku termasuk orang mempunyai pemahaman seleksi alam mengenai management kepemimpinan mengerucut tunggal. Keputusan itu harus satu dari mulut seorang pemimpin yang satu, walau prosesnya demokratis. Ingat salah mengambil keputusan yang gak wajar dari banyak orang, resikonya sangat riskan, dan manfa’at keberhasilannya sangat kecil sekali. Apakah dalam satu komunitas berlayar dalam 1 kapal yang sama ada 2 komando? Apa yang terjadi jika keamanan semua awak tidak terjamin ? Bagaimana menurutmu sayang....?”

Sari terperangah (mudah-mudahan celana dalamnya tidak basah karena tegang). “Baiklah, jika itu maumu”.

“Oke, sekarang kita tidak berhubungan dulu,colling-down, kamu selesaikan 3 syarat itu baru kita ketemu lagi. Jangan coba-coba temui aku, jika 2 syarat sebelumnya kamu penuhi”, ucapku dengan senyuman misterius penuh arti.

Setelah 2 syarat dipenuhinya sebelum genap 1 semester, segera Sari menemuiku. Dia bertanya, “Apa syarat terakhir berikutnya”.

Sambil tertawa, aku berkata kepadanya, “sebelum masuk babak penentuan terakhir, biasanya berat sekali, bagaimana klo kamu bantu aku menyelesaikan tugas-tugas kuliahku dulu, itung-itung kesetiaan”.

Sari kesal dan berkata, “Dasar..”, sambil menyetujui perantara syarat ke-3.

Waktu kami tiba dikantor pusat, banyak mata tersenyum heran lihat kemesraan 2 aktivis beda aliran tersebut. Aku berkata, “yakin mau terus sama aku... Nih liat di komputerisasi nilai rata-rataku yang mungkin bisa DO. Masa depan seperti apa yang kamu harapkan dari orang sepertiku lagi ?”.

Karena rasa penasarannya begitu tinggi, dia berkata, „alah... gak usah lari dari tantangan sendiri kalau berani, ayo kita selesaikan status kita”.

„Baiklah“, ucapku. „Tapi aku mau kejujuranmu, aku mau kamu jadi diri sendiri tanpa rasa dipengaruhi pihak lain keputusanmu kelak, siapapun itu, oke?“

Sari mengangguk-angguk seperti burung beo terhipnotis, ha, ha, ha....

Lanjutku, „sekarang aku mau kamu jadi kuat terhadap masa lalumu, bukan menghindar resiko, tapi menyelesaikannya. Aku mau kamu kembalikan semua barang-barang kenanganmu dari semua mantan-mantanmu yang pahit itu sendiri sekarang juga, aku tunggu kamu sore diteras Masjid kampus, harus sudah tuntas tanpa air mata. Apa kamu masih berani?“ Lototku.

Lalu dia berkata singkat, „baiklah“, sambil berlalu.

Sore itu aku menunggu gelisah, akhirnya dia datang, aku tersenyum. Tiba-tiba setelah dekat dia menunduk menangis, „kamu jahat sekali, teganya“, hik, hik, hik...

Aku berucap, „kalau jadi kuat jangan tanggung-tanggung, neng. Yuk kita pulang, udah sore. Nanti setelah Isya, aku ke kostmu, kita selesaikan syarat ke-3’.

Ba’da Isya, aku jemput dia. Kami cari tempat pinggir jalan yang jarang kendaraan lewat, agak sepi di alam terbuka penuh bintang dan bulan, depan tenda-tenda pedagang kaki 5. Akhirnya, terjadi percakapan yang sangat riskan sekali, cukup serius dan tegang. Dan akhirnya Sari menangis kembali. Akupun masih menekannya, „bukankah dalam perjanjian terakhir kita tidak ada acara menangisnya ? Kena apa kamu menangis, apa kamu masih jadi perempuan lemah yang masih menggunakan perasaan“.

Sari terdiam saja sambil sesegukan emosi. Akhirnya, dia berkata, „Kamu mau apa lagi?”. Jawabku, “aku gak mau apa-apa lagi, aku mau Cuma mau tau ketegasan kepastian hubungan status kenekadtan kita aja. Aku gak mau, jika kamu setuju, nanti kamu menyesal karena rasa tertipu, terjebak, terhipnotis, kasihan, atau apalah...!” Apa kamu siap, jika ikut aku kamu lebih sakit lagi ? kalau kamu siap apa aku siap melihat kamu sebagai pendampingku sakit?”

“Kamu kena apa sich sebenarnya?”, sergahnya.

Aku terdiam panjang. Akhirnya akau berkata, “pulang yuk, nanti kemalaman, apa kata orang, etika tetap kita bangun sayang. Jawabanmu, aku tunggu besok. Tengah malam nanti kamu berdo’a menurut caramu sekarang, begitu juga dengan aku, oke? Apapun hasilnya pagi besok kan hari Minggu, kita jalan-jalan dulu seneng-seneng, ijinkan aku yang mengeluarkan biayanya semampuku ha, ha, ha... baru kita bicarakan keputusan kita dengan hati lapang, gimana?’

“Baiklah”, ucapnya sambil tersedu sedan.

Hari Minggu, setelah kami bersenang-senag, akhirnya, Sari memutuskan ikut dengan Keyakinanku. Kami pulang kemalaman, kuajak dia ke-Masjid kampus, belajar tidur di Masjid di Safht wanita sedang aku di Safht Pria, mudah-mudahan kami dima’afkan Allah. Hari Seninnya, aku kabarkan keinginan Sari akan ketertarikannya kepada Islam. Bahkan Rektor kami sa’at itu menjadi saksi kepindahan keyakinan Sari menjadi Aisyah, Amin... Rektor langsung menawarkannya, sebelum ijazah dibagi Aisyah mau menandatangani kontrak menyelesaikan beasiswa Akuntansi S2-nya di Singapore. Anehnya, dia tolak. Aku agak gusar, aku bilang dia terlalu berani menolak rejeki dari langit sa’at itu. Dia bilang dia mau menunggu aku selesai, dasar sinting. Aku minta alasan kepindahan dia, apakah kemauan dia sendiri atau karena hal lain ? Bahkan, aku brniat keras mau memutuskannya, jika dia sudah dapat rejeki pendapatan hidup yang layak.

Sa’at itu kebutuhan hidupnya beda kost, aku yang menanggung. Hebatnya Allah, bulanan aku saja tidak mencukupi aku hidup dikos-kosan, hutang sana-sini. Anehnya, sa’at Aisyah berbohong kepada orang tuanya, bahwa dia sudah mengahasilkan dan tidak usah dikirimi lagi, aku menaggung resiko hidup dikosnya. Yang terjadi, rejeki aku dapatkan dari mana saja, dan kami hidup normal (entah sampai kapan) tanpa hutang. Akhirnya, aku paksa istriku tes masuk BNI 46 di Surabaya. Aku mau tahu kecerdasan Aisyah apakah sebatas lokal saja atau lebih ? Hasilnya juga dia lulus. Namun tetap saja, dia memilih hidup denganku. Memang wanita ini, sudah tidak masuk akal sehat lagi.

Aku jadi stres, apakah dia aku hipnotis?, mengapa dia tamat S1, malah jadi bodoh begitu, atau dia sedang balas dendam? Kuputuskan, aku nekad gila mengcover Aisyah sendiri secara terikat, aku nikahkan dia secara ‘Siri’ (dirahasiakan). Akhirnya kami, dapat tempat tinggal satu rumah layak tinggal pasangan muda mandiri walau, harus merawat nenenk usia 111 tahun dan suaminya 109 tahun tanpa anak. Itu hadiah pernikahan dari teman kampusku. Begitu juga, tawaran tinggal di rumah jauh lebih baik dari fasilitas Yayasan yang kubangun bersama aktivis kota lainnya, namun ku tolak, dengan alasan sombong, aku aktif hanya untuk amal bukan memiliki hasilnya. Aku carikan pekerjaan yang menunjang ke-Imanannya, karena aku sendiri masih kuliah dan sedang bekerja sebagai buruh dipabrik sepatu. Hebatnya, kakiku mulai berangsur-angsur sembuh dan mulai tidak mengecil lagi walau berjalan masih pincang. Tidak lama kemudian aku berhasil mencarikan kerja yang menunjang ke-Imanannya serta pendidikan anaku kelak. Istriku bekerja dibagian administrasi keuangan MIN-1 Malang, SD percontohan di Jawa-Timur yang sering mengikuti berbagai lomba diluar negeri.

Istriku mulai hamil, dan kami ditolong salah satu relasiku mensyahkan status hubungan kami di KUA setempat (Hebat ya, nikah dua kali, dengan orang yang sama, dan belum ditalaq). Hamil istriku, aku mulai bisa jalan. Kalau aku cerdas, sebenarnya Allah SWT, telah me-Redhokan hubungan kami yang kontroversi itu. Sa’at itu jika aku harusnya tegas atas sikap prinsip keyakinan jalan hidupku sebagai Kepala rumah Tangga, dengan segala resikonya. Maka adat sesat yang disampul Agama, tidak mampu memporak-porandakan mahligai pernikahan kami. Karena masih dalam hipnotis tinggi, cangkokan pikiran dari semenjak kecil ‘Keluarga adalah yang utama dan asegalanya’ oleh keluarga besar dari Ibuku, maka secara langsung aku mulai membuka jalan badai prahara jauh lebih menyakitkan lagi. Ternyata aku seorang suami yang terjebak dalam pikiranku sendiri yang telah dicangkokan kerusakan keyakinannya lebih dari 35 tahun, melalui KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) terhadap anak dari 0 tahun.

Singkat cerita, banyak hal-hal gila yang istriku alami. Akhirnya, walau terlihat mulai lambat hidup keluargaku tumbuh kembali, aku harus lebih waspada menjaga kelauargaku sebagai kewajiban yang masih mampu aku penuhi, melalui tulisan ini. Kami sempat punya cita-cita luhur, membangun tempat pendidikan anak secara efektip (tepat guna) untuk kalangan tidak mampu. Namun apa daya, syarat hidup standart wajar dari langit berupa ‘Domisili’ layak hidup, kesempatan itu selalu dirampas. Akhirnya, istriku baru mampu menjanjikan hanya awalnya dahulu membantu bayaran uang sekolah teman anak ke-2 kami di SDIT, 1 Semester dahulu, sesuai kemampuan. Mudah-mudahan hal ini awal kebangkitan cita-cita awal kami kelak. Mohon do’a para pembaca memberangus kutukan.

Padahal, jika kesempatan berkarir wajar melalui domisili layak hidup, ada niatan dasarku –tadinya-- mau meng-Hajikan ibundaku tercinta, lalu memaksanya belajar mengaji lagi. Ternyata kebiasaan besar keluargaku yang telah terbukti lewat tulisan ini yang singkat, padat dan akurat, setiap mereka tahu keinginan luhurku atau hal-hal yang tidak kusenangi, mereka paksa secara konspirasi membaliknya menjadi hal yang memalukan, lalu mereka paksa aku menerima kenyataan tersebut. Tadinya, setiap kejadian aneh yang tidak masuk akal sehat, sepanjang hidupku, aku tarik benang merahnya panjang sekali antara 1 kejadian dengan kejadian lainnya. Aku berharap dugaan negatip akar dari benang merah ini salah besar. Ternyata yang terjadi, mereka para ‚PK’ (Pelaku Kejahatan), rame-rame dengan kebodohan melekatnya lompat kedalam tulisanku ini, pembuktian kejahatan, kemelaratan mental, serta kebengisan mereka sebagai kenyataan.

Aku kaget dan sangat kecewa sekali, melihat kenyataan dari kekuatan Mistery sebuah karya tulis, yang dibangun dengan itikad baik untuk Perubahan yang diRedhoi Allah SWT, selain jadi pembuka Tabir membalik Keadaan menahun menjadi Kenyataan sesungguhnya yang aku harus terima, bahwa selama ini Keluarga besar dari ibuku kebanyakan tidak Beradab alias Biadab. Tadinya orang lain tidak tahu apa maksud tulisanku ini (karena dari kecil stigma/ citra/ predikatku sudah berhasil diciptakan jelek sebagai Cinderellaman yang dijadikan Bawang-Merah oleh keluarga besar ibuku sebagai jalan alur mendominasi hidupku sebagai adat yang salah disampul agama), sebab tidak ada tertera nama dan siapa para pelaku dalam tulisan ini, bahkan kisah ini hanya fiktis atau bukan. Namun, karena panik mereka sebagai kalangan ‚PK’ sendiri yang membuka aib, membenarkan tulisanku ini.

Ternyata kapsitas pikir mereka kalangan ‚PK’, memang tidak dapat menjangkau jauh kedepan maksud dari isi sebuah tulisan yang menginginkan Perubahan. Wajar saja menafsirkan sebuah karya tulisan hanya dari sampulnya saja, dan membacanya sudah diawali dengan kaca-mata pembesar negatif dahulu. Akibatnya, menyikapi tulisan yang riskan tidak dengan bijak, menjadi terjebak dalam tulisan itu sendiri, akibat salah tafsir menterjemahkan setiap huruf kecil, dibacanya dengan huruf besar. Jelas saja jadi panik, menimbulkan tanda tanya besar bagi banyak orang, yang ujung-ujungnya orang-orang jadi paham maksud tulisan tersebut. Ibarat kumpulan manusia sesat mempunyai sifat kera, lalu berevolusi menjadi kera beneran, mereka sendiri terkejut kaget dan bingung mau marah kemana, melihat cermin ajaib (tulisan ini) membuktikan, bahwa diri mereka sesungguhnya memang kera durjana.

Kucoba menulis tulisan ini, menjabarkannya menjadi sebuah karya satra novel pencerahan kehidupan. Begitu juga banyak saran yang kuterima dari para ahlinya, menjadi profesi positip yang pantas ditekuni. Namun, sebagai penulis awal, terlalu sering jika sedang menuliskan detail kronologis descripsinya, biji bola mataku tiba-tiba bergoyang-goyang seolah-olah lepas dari syaraf urat ototnya, kepalaku jadi sering sakit sekali dan pusing, perut terasa mual, badan gelisah tidak enak, astma kumat, lalu buang air besar menjadi mencret, kemudian aku jadi lemas. Apakah itu namanya, sindrom emosi/ trauma psikologi ? Jika aku menenangkan diri, dengan tidur dahulu, pasti mimpi seram datang lagi yang kualami cukup lelah dari kecil tidak pernah mimpi indah. Bagaimana aku punya cita-cita kuat yang pernah dibangun dari mimpi indah ? Pantas saja, setiap keinginan kuatku tercapai (banyak orang hampir mencapainya) namun tidak ada yang langgeng. Karena tidak pernah tahu, yang kudapatkan harus kupertahankan dan kukembangkan agar tidak dirampas orang. Aku pernah coba menenangkan diri, tarik nafas dalam-dalam lalu melihat pemandangan diluar. Hasilnya, banyak anak-anak kecil yang tadinya (sebelum menulis) aku lihat menyenangkan, tiba-tiba berubah menjadi bayangan menakutkan. Karena setiap anak yang kulihat (termasuk anakku) yang beragam usianya, aku jadi terngiang-ngiyang bayangan gelap seram menakutkan sa’at seusia mereka, apa saja yang sedang kualami. Aku coba menenangkan diri mengobati orang, walau hati masih galau, hasilnya walau pasien banyak perubahan membaiknya, namun aku jadi sakit parah dan sulit bangun. Apakah kejadian serupa juga dialami para penulis penderita ‚Akut’ KDRT terhadap anak yang dibesarkan dalam situasi yang sama, seperti Dave Pelzer dan Julie Gregory atau Para penulis lokal dan internasional lainnya...?

Kucoba segala cara, tulisan awal tahun 2004 memang tebal, tapi tidak terorganize, pesan yang disampaikanpun bias kemana-mana, mencerminkan pikiran penulis yang kacau, galau dan gelisah. Siapa yang mau baca, tulisan seperti itu yang bisa menguras energi konsentrasi membacanya jadi gak karu-karuan sekali kemana-mana, membuat kening pembaca jadi berkerut. Akhirnya dengan sabar, dan pengalaman minim namun totalitas usaha pantang menyerah, maka jadilah tulisannya kreatip unik, yang kuanggap sebagai inovasi baru dengan menggunakan beragam gaya tulisan Amatiran, agar jelas arahnya dan menarik. Ma’lum Pemula/ Amatiran’. Bukankah syarat dasar penulis yang berbakat itu cuma ada 3, yaitu ; Punya kertas, pulpen serta empaty (kepedulian terhadap Perubahan, termasuk masalah diri sendiri)...? Singkat kata, berikut hasil karya tulisan kreatipku dari tahun 2004 lalu, walau banyak pemborosan kata dalam penulisannya.

Ternyata ’Tulisan’ itu mampu mendobrak ’Prilaku Peradaban Primitip’ yang sudah membudaya menjadi ’Kebiasaan Buruk’, seperti ’Perubahan Prilaku Masyarakat’ akan Anak. Seperti yang di lakukan Dave Pelzer (dalam buku Best Saller-nya, ’A man named Dave’ sebuah perjalanan mencari sebuah ’cinta’) dan Julie Gregory (juga buku Best Saller, ’Sickened’) serta pendapat para ahli anak sedunia.

Karena gejala jenis kejadiannya ’hampir sama’, maka 3 pendapat tersebut, mengilhami tulisan ini, dari awal kejadian ’spot’ sinopsis dari ulah para ’PK’ (Pelaku Kejahatan), seperti contoh kecil yang terangkat seperti ’TULISAN’ ini, sebagai ’Revisi’ laporan aktivitas yang salah selama lebih dari 35 tahun. Reward/ kopensasi/ hadiah dalam hidup yang kita terima besarannya, semua berasal dari ‘laporan/ report/ rapor’ hasil dari semua aktivitas kerja sebelumnya per periode. Masalahnya, pendominasian pengisian rapor secara ekstrem tersebut sebelum diedarkan kemana-mana, tidak objective (entah kepentingan apapun juga), sehingga hasil rapor tersebut sangat mengejutkan, terlalu banyak tinta merah, bahkan cendrung tiap tahun rapor tersebut tidak ada nilai biru, layaknya dunia itu bohong tidak pernah berputar sebagai ketentuan Illahiyah., Walaupun sekeras apapun usaha tersebut untuk memperbaiki. Akibatnya nama baik melekat sebagai ‘Ikon’ stigma/ citra buruk, bagi si korban. Dampaknya, sudah dapat diduga, menjadi ledakan emosi sebagai somasi dengan cara cerdas, melakukan koreksi total melalui tulisan ini, sebagai revisi rapor buruk masa lalu, untuk meningkatkan Percaya-Diri, yang sempat mati suri.

Lebih gila lagi, semua pengorbanan si korban ’lebih dari kapasitasnya’ di anggap ’tidak berarti’. Sedangkan para ’PK’ pengorbanannya selalu dengan menggunakan nilai materi, yang sebetulnya hanya beberapa persen saja dari kemampuan mereka. Semua para ’PK’ awal berkarir menggunakan ’domisili’ orang tua si korban, sampai si korban berkarir hidup tidak pernah menggunakan domisili orang tuanya, sampai ’kelelahan’ mempunyai penyakit akibat ’KDRT’ (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), kemudian berontak (walau masih dalam ’gembok’ hipnotis tinggi), lalu dibongkar ’Allah’ gembok hipnotis tersebut keseluruhannya dengan kejadian musibah di ’tabrak lari’, sampai bisa berbicara wajar serta menulis semua kejadian seperti tulisan ini. Aneh, justru tinggal di tempat banyak keluarga yang menganut keluarga segalanya, malah melarat. Wajar orang lain tidak mau membantu, karena sangat wajar pikiran mereka ’para keluarga besar’ semua sudah bermobil dan berumah tapi ’masa’ tidak mau membantu, pasti ada apa-apanya. Khan, termasuk keluarga ngerti Islam dan banyak bergelar haji segala, apa lagi seantero jagat raya, semua orang tahu, awal yang membawa mereka (para keluarga besar ibunya) ke Jakarta itu siapa? Itukan harga moralnya, tidak bisa seenaknya saja dibayar dengan uang... Silahkan saja, mengaktulisasikan karir di Jakarta, asal tahu-diri saja.

Kebodohan pola, struktur, serta konstruksi pikir para ’PK’, selalu berkata final selain ’instrupeksi’ (bukan koreksi) kepada si korban, tetapi ’pantang’ untuk diri sendiri, yaitu ; ”kalau 10 orang mengatakan, 1 orang itu bermasalah, ’masa’ salah sich?...” Namun ada diantara mereka, 1 orang bijak dari komunitas 10 orang –biadab— tersebut mengatakan, ”pendapat 100 orang ahli saja bisa salah besar, karena hanya pendapat 1 orang yang mengatakan ’bumi bukan sebagai sentral perputaran alam semesata jagat raya, justru sebaliknya”, akhirnya 1 orang itu dihukum mati karena perkataannya itu. Orang itu Gallilleo.

Kemudian 1 orang bijak tersebut (diantara komunitas srigala tersebut), menemui si korban agar tidak gegabah memihak (adil). Setelah mendapat keterangan dari si korban, maka dibukalah acuan pedoman kesepakatan ’bersama’ yaitu Al-Islam menurut Al-Qur’an dan Hadist serta penerapannya menurut para sahabat Rasulullah SAW. ’Ternyata’ komunitas 9 orang penuduh tersebut, benar-benar ’Komunitas Srigala Berbulu Domba dan Srigala Berkerudung Merah’, yang sangat amat liar, buas, dan selalu lapar, dengan tatapan mata nanar memerah tajam selalu mengintai menakutkan. Diiringi suara dengusan hidung yang selalu berasap dan suara geraman, sesekali diiringi lolongan panjang. Seringai senyuman gigi-gigi tajam diiringi derasnya air liur. Dan disela-sela taring mereka, masih tampak ’jigong’ sisa-sisa makanan daging segar dengan bau amis darah basah disekitar mulutnya yang selalu dikerubuti oleh lalat-lalat hijau. Belum lagi, terkadang terlihat lidahnya yang bercabang dua dan tajam, terjuntai terlihat menari-nari dengan erotisnya. Cabang lidah kiri yang digerakan otak permanen sebelah kiri, berfungsi untuk menusuk, merobek serta mencabik-cabik mangsanya, sebelum dikunyah lalu ditelan bulat-bulat. Sedang cabang lidah kanan yang digerakkan oleh otak kanannya, bertugas mengeluarkan fatwa-fatwa/ statment/ pernyataan tajam, untuk melegalkan keberingasan dan kebengisan dari cabang lidah kirinya. Bila mereka ingin menerkam secara bersama dengan komando naluri membunuh, kepala serigala mereka mulai terlihat keluar tanduknya yang makin panjang dan tajam. Kuku-kuku mereka mulai terlihat keluar tajam, kuat dan berkilau. Buntut mereka --berbau menyengat menyesakkan dada, bersumber dari anus mereka yang sangat kotor-- mulai turun bergoyang-goyang melambat. Badan mereka, sama-sama mulai menunduk surut kebelakang dengan suara geraman yang membuat bulu roma dan bulu kuduk bergidik merinding kuat.

Tabi’at buruk mereka, selalu disampul dengan ’Kebersahajaan’, namun sangat ’Culas’ sekali (senang ’mereduksi’/ mengecil-kecilkan masalah besar) dan ’Pecundang’ sekali (suka mengenarlisir/ membesar-besarkan masalah kecil), kemudian membalik keadaan menjadi sebuah ’Konspirasi’ (kejahatan bersama secara terselubung). Dan ’ternyata...’, mereka benar-benar tidak paham dan sangat awam sekali masalah agama. Sehingga meninggikan budaya yang di campur agama (agama Islam sudah final, tidak bisa dicampur-campur, kecuali karena sifat ’tidak mau tahu’, yang merupakan ’kebiasaan buruk’ sekali). (QS: 2:42).

9 Point KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) terhadap Anak, telah membunuh ‘Otak-Kanan’ menjadi tidak produktip, lebih dari 35 tahun lamanya, secara bersama-sama dan berkesinambungan.

A. TEKANAN; Menciptakan Cinderella-man, sebagai Ikon ‘Bawang-Merah’ dalam keluarga besar.

1. Di Intimidasi, dibentak-bentak & ditekan berlebihan dengan berbagai macam cara serta beragam bentuk. Untuk menciptakan ‘Rasa Takut Berlebihan’. Sehingga setiap tidur, pasti selalu mengalami ‘mimpi-buruk’ yang menakutkan. Di larang berpikir untuk berargumentasi, dilarang berbicara yang tidak sesuai arahan gila, serta dilarang bertatapan mata langsung (dasar sinting), dengan cara diperlakukan ‘lebih’ dari pembantu yang disekolahkan (plus caci-maki serta sisksaan phisik dan mental).

2. Kemudian di‘Hypnotis’, setelah hilang ‘PD’ (Percaya-Diri) dan ‘Tidak menjadi Diri-Sendiri’, sampai menderita penyakit psikologi ‘PSICO’ (selalu menyalahkan serta menghukum diri sendiri) serta menderita penyakit permanent ‘ASMA’ kronis, karena perlakuan selalu di’Bedakan’ menyolok sekali.

3. Lalu di’Bodoh-bodohi’, dengan cara ‘Konspirasi’ (kesepakatan jahat secara bersama dan terselubung rapi) awalnya ‘selalu’ pura-pura bertanya, menciptakan kesan penuh perhatian sekali. Namun setiap jawaban yang diberikan, selalu dipotong-potong dan diarahkan mereka sebagai para ‘PK’ (Pelaku-Kejahatan) kepada hal-hal yang selalu memojokan. Dengan pilihan kata-kata –sepertinya— bijaksana yang tidak akurat, tidak pada penempatannya serta tidak pernah nyambung menjadi sebuah statement-statement/ pernyataan-pernyataan simbolik atas nama senioritas yang ‘gila-hormat’, dengan menyampul setiap ‘Adat/ Kebudayaan/ Kebiasaan’ yang salah dengan membawa-bawa dalil-dalil agama ‘sesat’ menurut versi mereka sendiri, guna kepentingan mereka sendiri juga sich. Banyak tipe begini di Dunia.

B. PEMBERIAN; Setelah mendapatkan semua tekanan di atas secara permanent, maka jadilah orang ;

1. Yang selalu mengobankan setiap‘WAKTU’nya untuk kepentingan keluarga besar dari ibunya dahulu, lalu ‘Waktu’nya telah habis akibat ‘terlalu-percaya’ bahwa ‘Kepentingan Keluarga diatas Segalanya’.

2. Yang mengorbankan setiap ‘KESEMPATAN’ yang dapat mendongkrak hidupnya, baik itu ‘peluang’, ‘pilihan’ dan ‘jalan’ hidup keluarganya sendiri, sampai hidup menjadi betul-betul melarat.

3. Yang telah mengorbankan ‘KESEHATAN’nya, dan tidak boleh terlalu lelah diusia muda, akibat bertahan dari kedurjana’an, kekejaman serta kedzoliman (sesuatu tidak pada tempatnya), yang selalu memindahkan secara paksa ‘POSISI’ si korban sehingga merusak ‘FUNGSI’ hidup, menjadi susah.

C. PENERIMAAN ; Jika menolak setiap kemauan komunitas para ‘PK’, maka yang akan terjadi ;

1. Dipersulit DOMISILI, Lingkungan dan hubungan Bersaudara. Hidup dibuat seperti terpenjara bahkan lebih. Jika ada orang yang ‘mengaku berhasil hidup sukses, tanpa diawali ‘Domisili’, artinya dia lebih tangguh dari para Nabi, atau Allah SWT salah ‘setting’ cobaan hidup, atau dia sedang berbohong. Dikerjai sampai masalah Wali dan Waris yang selalu di’Pecundangi’ secara ‘culas’, setiap lari pasti dikejar dan ditarik kembali untuk menerima siksaan-siksaan selanjutnya. Dipastikan tidak mempunyai biaya dan dipastikan tidak mampu mencari nafkah secara wajar. Setiap berkarir, dipastikan harus selalu mulai dari pekerjaan selevel tamatan SMP. Jika mampu berkarir lebih dari itu dan wajar untuk tamatan S1 (pernah pada usia 28 tahun, menduduki posisi level manajer disalahsatu grup perusahaan Nasional), pasti pekerjaan itu tidak langgeng, karena posisi anak-anak terancam dan posisi istri bekerja, selalu diteror masalah anak. Ingin posisi dirubah, istri jaga anak-anak dan suami bekerja, tidak dikasih ‘waktu’ untuk berproses. Karena istri tamat S1 lebih dahulu dan seorang Mu’alaf yang belum mengerti masalah pendidikan anak, sedang keluarga ‘buta’ agama yang prilaku mereka seperti ‘Kanibal’. Sampai sangat susah bersosialisasi karena di kucilkan serta pikiran di'Gembok' dengan dilarang mengumbar 'aib' keluarga. Sedangkan para komunitas ’PK’, sangat senang mengumbar fitnah suaminya. Hanya orang bodoh yang tidak dapat melihat dan merasakan 'sikap' negatif dari orang yang baru dikenal (sangat aneh, ada orang yang tidak tahu apa-apa serta baru dikenal –'gak angin-gak hujan--, dilalah / tiba-tiba bisa bermuka bengis). Akhirnya untuk melanggengkan penderitaan, si korban dibantu Motor Jadul (Jaman Dahulu) yang potensi merongrong, dengan menciptakan kesan membantu sungguh-sungguh secara bersama-sama (dan tidak ada yang sampai melarat, seperti mereka membuat si korban yang membantu para ’PK’ menjadi 'melarat'). Akhirnya si korban berkarir tidak wajar lagi (tamatan SMP), sebagai orang lapangan, agar bisa mengontrol anak. Akhirnya, mulai menderita sakit kecapaian dan motornya hancur. Si korban ’telah’ memberikan 7 pengorbanan segalanya untuk kepentingan masa depan keluarganya, sampai mengorbankan anak istri. Semua ; Waktu, Peluang & kesempatan, Pilihan hidup, Domisili sebagai awal standar hidup layak, Kepercayaan penuh yang salah, Kesehatan yang dikorbankan, Karir untuk masa depan. Malah bukan rasa hormat dan terimakasih serta rasa ’Tahu-diri, Tahu-malu, Tahu-posisi’ yang didapat dari keluarga besar ibunya, justru Fitnah dan Stigma-negatif serta Citra-buruk yang diberikan kesana-sini. Menurut si korban, ”ternyata konspirasi alasan dibantu kuliah sampai Sarjana oleh keluarga, hanya sebagai ’kepentingan-kesenangan’ mereka saja, sebagai pelengkap untuk melanggengkan Ikon/ Citra/ Stigma buruk saja.” Wajar jika teman, tetangga serta orang terdekat, tidak pernah mau tahu untuk menolong si korban dari lingkaran keluarga setan. Karena setiap rencana ’besar, hebat serta menguntungkan’ menurut banyak pihak, mengapa tidak sedikitpun didukung keluarga, pasti ada apa-apanya, bukan? Jika diceritakan duduk asli persoalannya seperti tulisan ini, ibarat makan buah simalakama. Namun setiap pendobrak keadaan menjadi kenyataan memang harus dibutuhkan keberanian besar dengan resiko korban besar juga. ’Resiko besar, hasil positipnya juga besar’. Akhirnya si korban diberi berkah bisa menulis sambil mengobati orang, sampai melebihi kapasitas ilmu, tenaga serta financialnya, dan masih diberi gelar 'tukang pijat'. Sedangkan hidup di Malang (Jawa Timur), bisa suami istri punya penghasilan layak, tempat tinggal layak, teman dan lingkungan seperti keluarga, serta suami mempunyai 2 Yayasan yang dibangun bersama teman-teman seperjuangannya, Yaitu Yayasan ”AIKIKAI (AIKIDO) cabang Malang”, sebagai Ketua Pengurus. Dan Yayasan Sosial Agama dan Pendidikan, sebagai Ketua II (dengan tingkat kerumitan Nasional). Pada sa’at itu usia baru 21-23 tahun (usia aktivitas ’pilihan dari langit). Sampai sekarang Yayasan tersebut bertambah besar dibeberapa wilayah Kabupaten dan telah mempunyai beberapa tanah luas dan rumah-rumah besar dari hibah di dalam Kodiya Malang, yang sekarang hidup para pengurusnya sudah bisa dikatagorikan sangat layak sekali.

2. Akhirnya tercipta ‘IKON’/ Citra/ Nama baik tercemar, bahwa ‘anak’ durhaka dari dalam perut ibunya sudah membuat susah banyak orang, pasti hidupnya susah terus (dosa turunan yang diciptakan oleh lingkungan internal keluarga melalui ‘KDRT’ terhadap anak secara bersama-sama dan berkesinambungan –seperti kisah Nabi Yusuf AS.-- yang telah ‘Akut’/ menahun) bagi semua orang, dengan menggunakan ‘Metodologi’ berpikir ‘Non-Muslim’. Dengan menempatkan posisi orang-tua di atas Tuhan (keterangan lanjut, ada pada Gambar berikut). Pemaksaan konsep sesat yang tidak pada penempatannya itu menjadikan Anak I terganggu kejiwaannya serta istri baru nifas seminggu sudah dikerjai layaknya pembantu tidak digaji, calon anak kedua 'gugur' dan sang istri 'koma'. Lalu anak berikutnya, berusia 1 minggu dan baru tiba 15 menit dari Jawa-Timur, kemudian diusir mentah-mentah. Menjadi hidup melarat, kemudian disuruh instrupeksi, lalu diusir. Padahal, walau menikah dianggap ’Tabu’ ke-2 belah pihak keluarga dianggap tidak mengetahuinya, namun sangat di’Redhoi’ Allah SWT. Terbukti dari kaki si korban, yang telah 1 tahun mengecil, serta pengobatan yang melibatkan 5 para Dokter Specialis Kepala Bagian di RSCM Jakarta, yang hasilnya ’Nihil’, dapat disembuhkan dengan menikahi Mu’alaf. Anehnya, dapat mengejar ketertinggalan kuliah dengan nilai cukup memuaskan dalam waktu hampir ’DO’ (Droup-Out). Baru jadi Mu’alafpun, rejeki istri sudah terlihat dari, 'Kesempatan' yang dikorbankan. Menolak disekolahkan S2 Akuntansi di Philipina serta lulus ujian tes BNI 46. Dan lebih memilih menikah dengan orang cacat. Karena, sebelum menikah, istri seorang bintang kelas, bintang olah-raga di kampus, serta bintang organisasi yang beda keyakinan –pada sa’at itu--.

3. Mencangkokan ’Rekaman-Memory’, dengan ’Struktur-Kejadian’ menakutkan dari kecil, yaitu ;

A) Dari sebuah dasar Motivasi Presepsi Awal, mengenai ; (QS: 3;120). Selalu senang melihat orang susah. Dipastikan si ’Korban’ menjadi ’hilang’ 5 kerangka dasar :’Hormon Neorologis’ (kelenjar motivasi) di otaknya, sebagai bakat dasar, yaitu : Imajinatip, Kreativitas, Improfisasi, Ekspresi dan Karakter. Sehingga dari kecil ’diharapkan’ si ’korban’ menjadi ’cacat pikiran’ (Keluarga Autis), sehingga hidup terasa hampa dan siap ’Tidak’ menjadi Diri Sendiri, karena telah dibunuhnya 5 komponen dasar, kelenjar ’Adrenalin’ (suka tantangan) di hati, yaitu : Mimpi Indah, Cita-cita tinggi, Keinginan Kuat (obsesi), Tujuan terarah dan jelas, serta Harapan yang dinanti-nantikan.

B) Dan Selalu susah melihat orang senang, lalu menguras energi bagaimana caranya, Si ’Korban’ –bila sudah sekarat--, hanya di bantu sedikit (agar dalam hidup sampai kepada keturunannya, terkesan berhutang budi).

C) Kemudian di hajar lagi habis-habisan lagi dan lagi, sampai babak-belur serta mengharu-birukan, sampai hidup ter-mehek-mehek, kemudian hidup bergantung terus, serta menjadi selalu ’Menghamba’ kepada si 'PK', dan dijadikan ’Ikon’/ Maskot/ Citra, buruk (nama-buruk), sebagai ’pelajaran’ untuk semua orang sesuai harapan kalangan komunitas para ’PK’(QS: 2;263). Contoh kecil yang semua orang tahu ; sewaktu dikerjain dengan cara –pura-pura— membantu kuliah (katanya), agar terkesan ’perduli’, si korban disuruh kos ditempat yang tidak layak sampai menderita ’batuk-darah’, itupun masih difitnah sana-sini, gilakan...?

Sebenarnya, membuka ’Aib keluarga besar ibunda, sama saja mengrogoti menyakiti diri sendiri, layaknya, seperti proses transformasi seekor elang-tua yang bertahan hidup pada usia 40 tahun (persis usiaku sekarang). Tidak ada ’Pilihan’ bertahan hidup lebih baik. Dari pada mati sia-sia, tersingkir dari komunitasnya, seperti Singa-tua (Bintang kelahiraku, versi Yahudi) tidak produktip, yang menunggu kematian dengan membawa/ menanggung ’aib malu keluarga besarnya. Mendingan jadi ’Ayam-Sayur’ (Ayam-Jago, Shio kelahiranku menurut Keyakinan China) yang berevolusi bertahan hidup seleksi alam menjadi seekor Elang-Tua yang Perkasa. Dua karakter kepemimpinan hewan ini (Singa Jantan & Ayam Jago), ternyata/ nampaknya keyakinan tersebut kurang mengena dalam menyelamatkan kehidupanku. Entah mistery apa aku dilahirkan dengan arti nama ’Orang yang berpikir’ dengan angka kelahiran aneh.

KEHIDUPAN SANG ELANG (TERBUKANYA JENDELA PERUBAHAN)

Elang merupakan jenis unggas yang mempunyai umur paling panjang didunia.
Umurnya dapat mencapai 70 tahun. Tetapi untuk mencapai umur sepanjang itu seekor elang harus membuat suatu keputusan yang sangat berat pada umurnya yang ke 40.

Ketika elang berumur 40 tahun, cakarnya mulai menua, paruhnya menjadi panjang dan membengkok hingga hampir menyentuh dadanya. Sayapnya menjadi sangat berat karena bulunya telah tumbuh lebat dan tebal,sehingga sangat menyulitkan waktu terbang. Pada saat itu, elang hanya mempunyai dua pilihan: Menunggu kematian, atau Mengalami suatu proses transformasi yang sangat menyakitkan ---suatu proses transformasi-- yang panjang selama 150 hari.

Untuk melakukan transformasi itu, elang harus berusaha keras terbang keatas puncak gunung untuk kemudian membuat sarang ditepi jurang , berhenti dan tinggal disana selama proses transformasi berlangsung.

Pertama-tama, elang harus mematukkan paruhnya pada batu karang sampai paruh tersebut terlepas dari mulutnya, kemudian berdiam beberapa lama menunggu tumbuhnya paruh baru. Dengan paruh yang baru tumbuh itu, ia harus mencabut satu persatu cakar-cakarnya dan ketika cakar yang baru sudah tumbuh, ia akan mencabut bulu badannya satu demi satu. Suatu proses yang panjang dan menyakitkan.

Lima bulan kemudian, bulu-bulu elang yang baru sudah tumbuh.
Elang mulai dapat terbang kembali. Dengan paruh dan cakar baru, elang tersebut mulai menjalani 30 tahun kehidupan barunya dengan penuh energi!

Dalam kehidupan kita ini, kadang kita juga harus melakukan suatu keputusan yang sangat berat untuk memulai sesuatu proses pembaharuan. Kita harus berani dan mau membuang semua kebiasaan lama yang mengikat, meskipun kebiasaan lama itu adalah sesuatu yang menyenangkan dan melenakan.

Kita harus rela untuk meninggalkan perilaku lama kita agar kita dapat mulai terbang lagi menggapai tujuan yang lebih baik di masa depan. Hanya bila kita bersedia melepaskan beban lama, membuka diri untuk belajar hal-hal yang baru, kita baru mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan kita yang terpendam, mengasah keahlian baru dan menatap masa depan dengan penuh keyakinan.

Halangan terbesar untuk berubah terletak di dalam diri sendiri dan andalah sang penguasa atas diri anda.

Jangan biarkan masa lalu menumpulkan asa dan melayukan semangat kita.
Anda adalah elang-elang itu. Perubahan pasti terjadi. Maka itu, kita harus berubah!




Gambaran di atas dampak dari, ‘kebodohan’ dalam memahami agama yang ‘tidak mau tahu’ mencari dasar sumbernya. Ada HR. At-Tutusi (mengenai ‘Hak’ anak), yang diterjemahkan oleh ‘Amirul Mu’minin’ Umar bin Khatab RA, sewaktu menyidang ‘Anak Durhaka’. Ternyata ada 3 ‘Hak’ anak yang wajib dipenuhi setiap orang tua, sebelum para orang-tua menuntut ‘Hak’ orang-tua terhadap anak (seperti ; anak sholeh, anak berbakti, sorga di telapak kaki ibu, ridho orangtua, jangan berkata ‘ah’, dan sebagainya…), yaitu ; Memanggilnya dengan panggilan yang menyenangkan hati si anak. Memberikannya pendidikan yang baik, terutama pendidikan Agama. Merawat dan membesarkan serta melindunginya, hingga dewasa. Jika hal tersebut tidak di lakukan para orang-tua, maka orang-tua tersebut ‘sesungguh’nya telah ‘durhaka’ terhadap anaknya. Karena sudah ketentuan dari ‘langit’, setiap anak baru lahir adalah ‘fitrah’/ ‘suci-bersih’. Namun, hanya orang-tuanyalah yang membuat anak tersebut menjadi baik / buruk ‘kelak’. Ingat, doa ‘Anak-Sholeh’ yang diwajibkan dalam Islam setelah sholat kepada ke-2 orang tuanya. Penekanannya ada pada doa dikalimat ke-2 “Ya Allah, ampunilah… (dst). Serta ‘Sayangi’lah mereka –ke-2 orang tuaku— seperti mereka menyayangiku semenjak kecil”. Nah lo…, apakah ‘gak ngeri, bila doa anaknya tersebut dikabulkan Allah SWT, dengan menyayangi ke-2 orang tuanya, dengan ‘Kasih-Sayang’ yang ‘Kejam’ seperti mereka dahulu?.. Memang ada beberapa keyakinan –selain Islam-- 3 urutan ‘Keta’atan’ dari langit, sehingga (sadar / tidak sadar) sering terlontar secara ‘reflexy’ dari mulut penganutnya berupa keyakinan Ta’at : 1) Kepada orang-tua. 2) Kepada Nabinya. 3)Kepada Tuhannya. Atau ; 1) Ta’at kepada Nabinya. 2) Kepada Orang-tua 3) Kepada Tuhannya. Namun di Islam, ‘Keta’atan itu hanya : 1) Kepada Allah. 2) Kepada Rasulullah SAW dan 3) Hukum. Untuk point 1 dan 2, menjadi 1 ‘Keyakinan’ kuat yang tidak bisa ditawar, sehingga di’patent’kan dalam ‘Rukun-Islam’ Pertama –Mengucapkan 2 kalimat Syahadat--.Jika di langgar, bisa ‘kekal’ hukumnya di neraka (selain dosa Syirik dan Musrik). Coba baca dan perhatikan (QS: 4; 13,14). Anehnya, banyak kalangan Islam-bodoh, sering mendengungkan slogan, ‘Sholat itu mencegah perbuatan keji dan munkar’, dan hebatnya ‘setelah’ sholatpun masih membawa-bawa sifat keji dan munkarnya tersebut. Tipe oknum-oknum seperti ini, jika tidak ada kemajuan dalam ‘kecerdasan’ dalam pengertian agama Islam lebih dalam. Ada bagusnya ‘pindah agama’ saja, dari pada mencedrai ‘arti sholat’ itu sendiri dengan benar.

Akhir cerita, suatu malam sunyi-senyap, diiringi sayup-sayup sendu terdengar music instrumentalia menambah susana bertambah syahdu, lalu pernah si korban berkata kepada sang istri, “Abang minta maaf, atas kejadian yang menimpamu dan anak-anak selama ini dan kamu juga sudah tahu penyebab utamanya. Berangkat dari Al-Qur’an, Surat 3 Ayat 186 & Surat 2, ayat 214, mengenai ‘jangan katakan berIman , sebelum Imanmu diuji seperti orang terdahulu’ . Bagimu wahai istriku, itu semua cobaan kamu sebagai Mu’alaf Khatolik. Karena, hal yang biasa cobaan dari luar keluarga, sampai ada jiwa yang melayang. Keluarga abang termasuk kejahatan dari luar bagimu sayang. Tapi, merupakan kebodohan abang yang lebih dari keledai dungu, dan menyeret-nyeret kamu dan anak-anak ke lingkaran SETAN KELUARGA abang (dari pihak ibu sebagai pendominasi arah hidup), padahal jalan kita sampai menikah itu sudah benar dan diRhedoi Allah, sampai Allah memberikan tempat tinggal yang layak huni, tapi entah kenapa masih percaya bahwa keluarga segalanya, sampai percaya ikut pindah ke kota idaman semua orang, yaitu di pusat kota Jadebotabek…”. Istri si korban kaget tercekat terserungut beberapa langkah kebelakang, sambil tercengang dan hanya terdiam dengan mata membesar diiringi muka bersemu merona memerah yang hampir tak terlihat dikulit wajahnya yang memang tidak putih dengan bahu bergetar. Kemudian ia sedikit perpaling dan menunduk sambil menggigit bibir bawahnya. Sesekali tangan kanannya mengusap air mata, dan tangan kirinya menutup mulut mungilnya. Tak lama kemudian, perlahan ia mulai menoleh menatapku tersenyum dengan derai rinai air mata terurai bahagia atas kesadaran suaminya (yang memang ‘khas’ terlihat bodoh itu), walau terlambat. “Kesini!” perintahnya memanggilku. Aku datang menghampirinya dengan tegang, peluh keringat ‘jagung’ mengucur deras ketakutan. Kemudian seraya berkata halus dengan lirih, sambil tersedu-sedan memeluk mesra dan berbisik, “Syukurlah kalau abang mulai sadar, sekarang yang sabar ya sayang…”. ‘Hmm..’, legalah ganjalan hati ini, lepas bagaikan seorang suami dan ayah baru.

MA'AFKAN AKU, IBUNDAKU SAYANG...

Terimakasih ibu, atas pendidikan selama ini, sehingga aku menjadi 'Tabah' bertahan hidup. Bagiku, sangat sulit menemukan orang yang dapat bertahan dengan 'tempaan' hidup darimu.

Walaupun aku tidak menjadi apa-apa seperti impian dan cita-citamu, malah sebaliknya. Namun 'Keihlasanmu' dalam memberikan 'KEPERCAYAAN' mengenai ; 'Waktu', 'Pilihan' dan 'Kesempatan' hidup berkarir di Ibu Kota yang menjadi impian banyak orang, telah engkau berikan 'Prioritas' itu kepada semua adik-adikmu, sampai semua anakmu kurang mendapat Hak Hidupnya yang layak, terutama aku. Dan engkau 'sangat marah' sekali jika aku menayakannya. Meski semua tahu, bahwa engkau terbatas dalam 'ilmu', namun tetap saja engkau 'dihina' dan 'dipermalukan' serta 'dikambing-hitamkan' oleh semua adikmu itu.

Walaupun engkau salah berinvestasi kepada seluruh adik-adikmu yang telah jadi 'bumerang' bagimu, namun semua anak-anakmu mengikhlaskannya. Memang adik-adikmu sering 'sedikit' membantu dengan cara yang menyakitkan (yang katanya sepertimu dahulu), namun mereka semua tidak ada yang sampai melarat dan sampai mengorbankan 'Hak Anak'-nya sepertimu.

Sabarlah duhai ibundaku tercinta, aku ingin belajar 'ke-Ihlasan' sepertimu pada tempat yang semestinya.

“Aku nampakkan keramahan, kesopanan dan rasa persahabatanku kepada orang yang kubenci, seperti aku nampakkan hal itu kepada orang yang kucintai.” (Imam Syafie).

Inti ’Filosofi hidup’, jalan keluar dari kerumitan, sebenarnya sudah tertera digariskan ada dalam Al-Qur’an (QS: 2;218, 8;73, 9;20). Semua perjalan sejarah orang yang paling mempengaruhi kehidupan dalam jangka panjang, juga menjalani proses transformasi alamiah melakukan terobosan diri seperti berontak dari pola pikir kebiasaan lama menjadi suatu Keyakinan kuat yang telah di ACC Allah SWT, lalu Hijrah/Pindah melakukan Idad/ persiapan diri yang tidak semua orang tahu dimana tempatnya, lalu Berjuang keras (berperang) melawan Kekuatan Kejahatan untuk kemaslahatan kesinambungan jaman, melawan kekolotan bengisnya budaya lama, dengan konsep ’Lebah’ berjuang dengan sengatnya, walau lebah itu harus mati, terlepas lawannya masih hidup atau mati. Konsep ini (Keyakinan, Hijrah, Jihad) layaknya, seperti seekor ’Ulat-bulu’ yang menjijikan, lalu mencari tempat yang sepi, kemudian berevolusi menjadi ’Kepompong’, kemudian ’tumbuh-kembang’ menjadi seekor ’Kupu-kupu’ besar, indah mengagumkan dan bebas terbang kemana saja tanpa hambatan celaan-celaan lama. Begitu juga dengan Transformasi kehidupan seekor Elang.

WACANA PERUBAHAN PENDIDIKAN

Masih ada, ’Watak Kebiasaan Buruk’ para orangtua Islam. Yang telah menjadi ’prinsip’, yaitu mempunyai KESALAHAN ’Presepsi Motivasi Pendidikan Awal’ terhadap anaknya, untuk meneruskan cita-cita ’semu’ para orangtua –yang bodoh itu— dalam masalah ’meteri’ dengan tuntutan terlalu tinggi dan tidak masuk diakal sehat serta tidak dapat dinalar orang ’waras’, dengan menggunakan sangsi-sangsi gila (tidak punya ’arah, tujuan & sasaran yang ’jelas’) ’versi’ dirinya sendiri. Memperlakukan anak sebagai ’Cinderella’-man yang dijadikan seorang ’Bawang-Merah’ dalam keluarga. Dampak pendidikan polarisasi seperti ini menimbulkan spekulasi, yaitu :

1) Bila sang anak sudah dewasa dan tidak mendapatkan ’Massage’/ Pesan dari pola kekerasan pendidikan dari orangtuanya. Maka, cara pendidikan usang itu akan terus ditanyakan anaknya (karena penasaran) kepada orangtuanya (hanya sekedar menanyakan ’Kenapa bisa mendidik seperti itu?), sampai salah satu dari mereka meninggal karena sifat, karakter, dan watak keras-kepala orangtuanya, merasa benar seperti ’Tuhan’.

2) Namun, jika si anak sudah terbiasa dengan ’gaya komunikasi intimidasi penuh sangsi’ sejak dia masih kecil di perlakukan secara beramai-ramai, maka si anak pasti mentalnya terganggu, dan kehidupannya keterbelakang, serta mempunyai penyakit ’Keluarga Autis’ (salah satunya ’Minder). Ujung-ujungnya si anak dalam hidupnya dikerjain terus dan terus sebagai pelayan semua orang. Jika si anak sadar ujung-ujungnya jadi ’Kriminal’ atau di ’kriminali’ orang. ’Brengseknya’, semua pihak yang terlibat (membuat si anak tersebut hidupnya jadi susah sampai berkeluarga), para ”PK” hidup sebagai ’pecundang culas’ yang terkeji dimuka bumi ini, hidupnya jadi sangat tenang, damai-sejahtera sebagi panutat ’terpuji’ yang tidak ’tercela’, sebagai ’Tindak pelaku kejahatan Bersama secara terselubung’ / ’konspirasi’. Sedangkan si anak sebagai si ’korban’ terus meradang.

3) Jika, si anak sudah dewasa dan hidupnya berhasil, karena dia menangkap ’masage’ / pesan dari pendidikan keras orangtuanya, maka sang anak tersungkur bersujud bersyukur di haribaan kaki orangtuanya {NB; padahal ’apapun’ namanya, jika sudah sampai hormat di bawah pinggang, sudah milik Allah SWT, bukan milik manusia lagi. Banyak-banyak dech baca ’Tauhid’ (13 tahun) yang penerapannya lebih lama dari ’Syari’ah (hukum) + Ahlaq’ (∑ 10 thun). Apalagi, peringkat ’Ahlaq’ masuk pada porsi terakhir / ke-3 dalam pengertian Islam menurut kesepakatan Ulama terdahulu}. Akibatnya (karena merasa sukses) si anak tersebut dengan ’Pecaya Diri’nya, ikut-ikutan mewarisi pendidikan –’yang bukan jamannya lagi’— kepada keturunannya, wal hasil keturunannya, keluar dari jalur yang diharapkannya. ’Kecian dech lo....’ ujung-ujungnya mengambinghitamkan Allah SWT, dengan mengatasnamakan ’dianggap cobaan hidup’, padahal ’Kebodohan.

Ternyata kasus-kasus besar seperti puncak gunung es tersebut, terjadi di semua negara-negara ‘keterbelakang-sekali’ yang anehnya bermentalkan ‘Korup’ dan sangat kurang memperhatikan pendidikan (paling banter hanya sebagai ‘Selogan’ mencari popularitas saja), dan sangat berkeberatan mengadakan ’Menteri Permasalahan Anak’, dengan dalih mengada-ada sambil menutup mata. Ironis sekali, Negara (yang ‘katanya’) anti ‘kekerasan’, pemberantas ‘kebodohan’ dan ‘kemiskinan’, ternyata ‘terkesan’ membiarkan saja tumbuh subur, cikal-bakal bibit kerusakan mental anak bangsa. Disakiti karena menyakiti, lalu menyakiti karena disakiti, kemudian berlanjut pada dendam yang tiada berkesudahan. Setiap Kekerasan, akan melahirkan kekerasan baru, kemudian merambat menjadi kekerasan lainya. Begitulah pendapat para Psikologi, dari Negara Eropa dan Amerika, yang menomor satukan masalah mengenai anak, dibanding masalah ‘terorisme’, dan masalah ‘HIV’ serta masalah moralitas. Di Indonesia baru ada ‘Hak-Perlindungan Anak’ terhadap ‘Kekerasan-langsung’, bisa menghubungi TESA’ (Teman Setia Anak) di telepon ‘129’, gratis.

Sejatinya, pelajaran untuk mendidik anak sesuai harapan banyak orang yang beragam, hanya ada 3 ’Rumusan’ Internasional cara ’pantas’, ’wajar’ dan ’layak’ menurut seleksi alam diseluruh dunia, selain memberikannya contoh yang baik dan bermanfaat serta pendidikan Agama, yaitu : ’Selalu menjaga suasana hati ’keceriaan’ sang anak’, Memanggil dengan panggilan yang menyenangkan hati sang anak’, serta Banyak di’Dongeng’kan terutama menjelang tidur malam.

Seorang ‘Psiater’ kelas dunia pemerhati anak, seperti ‘Dorothy law Nolte’ dalam buku ‘Gordon & Jeannette’, menguraikan tentang Perlindungan anak sejak dini, sebagai berikut: ’Jika anak ingin ’Maju’, ’Suasana Hatinya’ harus dijaga. Berikut penuturannya ;

- Jika anak dibesarkan dengan ‘CELAAN’, ia akan belajar MEMAKI

- Jika anak dibesarkan dengan ‘PERMUSUHAN’, ia akan belajar ‘BERKELAHI’

- Jika anak dibesarkan dengan ‘KETAKUTAN’, ia akan belajar ‘GELISAH’

- Jika anak dibesarkan dengan ‘RASA IBA’, ia akan belajar ‘MENYESALI DIRI’

- Jika anak dibesarkan dengan ‘OLOK-OLOK’, ia akan belajar ‘RENDAH DIRI’

- Jika anak dibesarkan dengan ‘IRI HATI’, ia akan belajar ‘KEDENGKIAN’

-Jika anak dibesarkan dengan ‘DIPERMALUKAN’, ia akan belajar ‘RASA SALAH’

DAN…,

+ Jika anak dibesarkan dengan ‘DORONGAN’, ia akan belajar ‘PERCAYA DIRI’

+ Jika anak dibesarkan dengan ‘TOLERANSI’, ia akan belajar ‘MENAHAN DIRI’

+ Jika anak dibesarkan dengan ‘PUJIAN’, ia akan belajar ‘MENGHARGAI’

+ Jika anak dibesarkan dengan ‘PENERIMAAN’, ia akan belajar ‘MENCINTAI’

+ Jika anak dibesarkan dengan ‘DUKUNGAN’, ia akan belajar ‘MENYAYANGI DIRI’

+ Jika anak dibesarkan dengan ‘PENGAKUAN’, ia akan belajar ‘MENGENALI TUJUAN’

+ Jika anak dibesarkan dengan ‘RASA BERBAGI’, ia akan belajar ‘KEDERMAWANAN’

+ Jika anak dibesarkan dengan ‘KEJUJURAN’, ia akan belajar ‘KEBENARAN’

+ Jika anak dibesarkan dengan ‘KETERBUKAAN’, ia akan belajar ‘KEADILAN’

+ Jika anak dibesarkan dengan ‘RASA AMAN’, ia akan belajar ‘MENARUH RASA KEPERCAYAAAN’

+ Jika anak dibesarkan dengan ‘PERSAHABATAN’, ia akan belajar ‘MENEMUKAN CINTA’

+ Jika anak dibesarkan dengan ‘KETENTRAMAN’, ia akan belajar ‘BERDAMAI DENGAN PIKIRAN’

Sedangkan seorang ibu senior pakar anak internasional ‘Diane Loomes’ (dalam buku ‘Smart of Brain’ oleh Suroso) dari Amerika, berangan-angan dapat mempunyai kesempatan mengulangi pendidikan terhadap anaknya sendiri. “Seandainya saja saya bisa membesarkan anak kembali, bersamanya saya akan …” ;

1) lebih banyak memberikan contoh bekerja, dan mengurangi main perintah.

2) lebih sedikit mengoreksi dan lebih banyak mengait-ngaitkan, agar nalaranya tumbuh kembang dengan baik.

3) sedikit menghitung-hitung waktu, dan lebih banyak memperhatikannya.

4) mengurangi main selidik dan lebih banyak memperhatikannya.

5) lebih sering bermain layangan bersamanya, dan berjalan-jalan.

6) mengurangi bersikap serius, dan lebih serius bermain-main.

7) lebih sering bermain di lapangan, dan banyak mengamati bintang-bintang.

8) memeluk, dan lebih sedikit membentak.

9) tidak banyak melarang-larang, dan lebih banyak mengiyakan.

10) lebih dahulu membangun harga diri anak saya, sebelum membangun rumah. sedikit mengajarkan cinta akan kekuatan, dan lebih banyak mengajarkan kekuatan cinta.

KISAH ANAK SHOLEH DARI ORANGTUA YANG SHOLEH

Intisari pendidikan awal untuk ‘Tumbuh-Kembang’ anak secara berkesinambungan, dari penjagaan lingkungan mengenai menjaga ‘suasana-hati’ sang anak tersebut. Berikut masukan menjadi anak-harapan semua orang, dari pendidikan ‘Ketauladanan’ yang baik, tepat dan benar ;

1. Menurut ‘Andi-Yhuda’ (Pencinta pendidikan anak, pendongeng kelas duinia, alumnus ‘Seni-rupa’ ITB, komunitas penerbit Mizan grup), mengatakan, bahwa ‘Mendongeng’ itu sangat baik sekali untuk pembentukan ‘Akal-Budi’ sang anak. Biarkan anak tumbuh-kembang dengan wajar, apa adanya. Karena semua anak pasti sudah ditentukan jalan hidupnya masing-masing, seiring dengan pertumbuhan kapasitasnya. Namun kewajiban orangtuanya-lah, membentuk karakter-dasar anak menjadi sifat dasar baik dan buruknya kelak. Contoh keteladanan orangtua yang menciptakan lingkungan agar menjadikan anak suka dan dekat serta mencintai bacaan yang bermanfa’at’. Bukankah dalam Islam itu, ada kewajiban, ‘Iqro’, tuntutlah ilmu dari buaiyan dalam kandungan sampai keliang lahat, serta menuntut ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan? (Baca tulisan ahli anak lainnya seperti; Seto-Muljadi,Ratna-Megawangi,Arief-Rachman).

2. Ada banyak keturunan keluarga yang mempunyai rumus cerdik-cerdas-pintar dalam membangun, membina dan mengarahkan generasinya. Seperti cerita seorang ibu teladan, dari keluarga besar ‘Sakinah ma Wa’dah wa Rohmah’ yang berkarir, sholeha, ta’at suami, cinta keluarga serta sangat paham bagaimana caranya membesarkan anak dengan benar. Ia mengatakan, “Memang’ mempunyai ‘materi’ lebih, bisa dikatakan dapat kesempatan ‘lebih’ menentukan sang anak kedepan. Namun, yang paling dominan dalam keluarga besar kami –yang kata orang keturunan pintar— adalah menggunakan cara keteladanan Rasulullah SAW dalam mendidik anak, termasuk ‘Mendongeng’. Percaya tidak percaya, mendongeng untuk anak dinegara maju, sudah menjadi kebiasaan semua warga negaranya. Tidak heran mereka maju. Keluarga besar saya dan keluarga besar suami saya, semuanya pandai mendongeng. Begitu juga dengan anak-anak kami, semuanya selain pintar-cerdik-cerdas, mereka juga pandai mendongeng untuk adik-adiknya. Karena mendongeng itu awal cikal-bakal menumbuhkan mimpi indah sang anak, sebagai motivasi dalam hidupnya untuk mengejar cita-citanya setinggi langit, yang menjadikan anak tersebut sangat ‘Kreative’ sekali, kemudian menjadi hobinya, lalu berkembang menjadi profesinya yang bermanfaat. Jangan sekali-kali mencoba mematahkan ‘semangat’ sang anak. Bisa fatal akibatnya. Habibie saja --yang terkenal keluarga cerdas-- juga mengatakan, bahwa semua pekerjaan, jika salah bisa diulang, tapi tidak dengan anak”.

3. Yang cukup menarik, ada cerita dari kalangan menengah kebawah di Jakarta. Seorang suami-istri bercerita tentang anak-anak mereka dengan bangganya, sambil menunggu sang suami yang berprofesi di Dinas-kebersihan Pemerintahan DKI-Jakarta, selesai cuci darah secara rutin. Walau sang suami sudah menjalani cuci lebih dari 10 tahun, namun masih sangat terlihat segar di banding pasien lainnya. Suami-istri tersebut suka heran jika ditanya lingkungan para tetangganya yang lebih mapan, mengenai bagaimana caranya mereka mendidik anak-anak mereka, sampai menjadi anak-anak pintar dan sholeh serta berbakti kepada orang tuanya. Si istri mengatakan dengan lugunya, “kalau anehnya mereka (anak-anaknya) itu belajar, kayaknya suatu hoby kesenangan mereka saja, saya juga jadi bingung. Kalau pelajaran hapalan, mereka suka bersuara, kalau pelajaran hitung-hitungan kadang mereka suka pakai musik. Saya juga suka paling anti menceritakan kejelekan dan kekurangan anak seperti ibu-ibu lainnya. Padahal (ini untuk penulis saja, katanya…) mereka tidak pernah saya bebankan kewajiban kerjaan dirumah sedikitpun. Kalau mereka mau Bantu, silahkan, sok-atuh… Kalau gak mau, ya sudah saya kerjakan sendiri aja, gak pernah tuh marah-marah. Semua anak-anak saya, kalau sekolah dari TK samapai kelas 5 SD, pasti saya anter dan saya tungguin sampai pulang. Saya termasuk orang yang tidak suka bawel, rewel dan cerewet kepada anak. Kalau ‘Bapak’nya tuh sekali-kali suka galak sich”. Sang suami tidak mau kalah berkomentar, “Anak itu kalau dalam rumah tidak ada yang dia takuti atau disegani, kita juga yang repot. Kecuali kalau mereka sudah besar, seterah dech (logat gaul) maunya kemana, itu udah tangung-jawab masing-masing. Dari kecil anak-anak saya, saya biasakan sholat, ngaji dan makan selalu bersama-sama. Yang laki-laki, kalau ada pengajian umum dimana saja dan waktunya kapan saja, ‘pasti’ saya bawa walau jauh sekalipun. Sekarang, dikantornyapun anak saya juga sebagai pelopor pengajian”. He, he, he…”, mata mereka berlinang. Lanjut sang suami, “Waktu kecil, setiap mau tidur kita sering certain dengan nasehat-nasehat yang baik, selalu kita puji-puji agar hatinya selalu senang, kalau mereka berprestasi kalau ada rejeki pasti kita beri hadiah atau uang lebih. Biarin ‘aja’ mereka tentukan sendiri untuk apa, itukan membangun kepercayaan untuk mereka. Kita hanya bias mengontrol dan menyarankannya saja. 1/3nya untuk apa yang mereka anggap penting –termasuk jajanan--, 1/3 lagi untuk ditabung, dan 1/3nya lagi untuk disedekahkan. Prinsip saya, selama mencari nafkah itu masih bisa diusahakan yang halal, saya ‘gak neko-neko’/’cawe-cawe’. Walaupun anak-anak saya terkadang masih suka ‘nyindir, kalau pegawai negeri itu mana ada pendapatannya yang halal. Saya jawab ‘aja, kalau cari yang halal beneran, mana ada pegawai negeri punya penghasilan wajar dapat rumah, ‘trus menyekolahkan anak-anaknya, dapur bisa ngebul terus dan sebagainya, kalau pangkatnya gak tinggi-tinggi banget. Lagi pula untuk sampe’ pangkat tinggi, emang gampang jalani yang ‘Halal’ ? Mantan menteri keuangan saja, tuh’ si Mar’ie Muhammad mobilnya Cuma apa’an. Apa lagi yang bukan ‘Mentri’, emangnya itu uang siapa hayo...? Anak-anak saya jadi ketawa semuanya”. Insya-Allah, Allah selalu memBerkati Keluarga mereka.

FORMULASI

STRUKTUR FUNGSI ORANGTUA SEBAGAI ’BACK-UP’ PENGUNGKIT BAGI ANAK

USIA ANAK


PENDIDIKAN : Dari Buaiyan Kandungan s/d 5 thn 5 thn sampai 17 thn 17 tahun sampai 25 tahun

`

1) Agama ’KESEMPATAN’ merawat, Mengajikan, Mendidik & membuka ’PELUANG’ utk anak dgn Melindungi, Membesarkan &

Memperhatikan ’Tumbuh-Kembang’ methoda KASH (Knowladge/ Pengetahuan, Mengajarkan bentuk ’PILIHAN’.

Serta Kesehatannya. Attitude/Sifat/Sikap, Skill/Keahlian, arti ’PERUBAHAN’ Keseimbangan

` Habit/Kebiasaan). ` hidup, dengan pola ’SWOT’

(Streight, Weakness, Opportunity

Treat). Artinya, ’Bagaimana kita

Dpt merubah ’Kelemahan’ menjd

’Kekuatan’, & merubah ’Ancaman’

Menjd ’Peluang-Kesempatan’.


2) Program ’Kuatkan Basic Pendidikan Anak’ ’Tingkatkan Standar Pendidikan Anak’ ’Naikan Target Kepemimpinannya’

Terutama Kreativitas, Kemandirian, Terutama masalah kecintaan pd bacaan, Menciptakan suka ’Tantangan’ ,

Serta Percaya-Diri. Membangun Imajinasi mimpi dr cita2x, ’Fokus’, ’Spirit & Passion’

Membimbing pencarian Jati-diri. (Semangat & Gairah pantang

Menyerah). Serta ajarkan struktur

’POAC’ (Plan, Organize, Actuating,

Controling) + Evaluasi + Kembali.


3) Filosofi SIE-Q Asah KONSTRUKSI Pikiran Spiritual. Asih STRUKTUR Itelegency Kecerdasan. Asuh POLA Fleksibilitas Emosinya.


4) Pos`isi Orang-Tua Selalu ada didepan anak sbg Contoh Selalu ada disamping sbg Patner/Sahabat ; Dukungan Restu dr belakang,

Keteladanan Perlindungan bagi Anak Mitra bermain, berolahraga & berpendapat. Berupa ; Do’a & Restu serta

Terutama mekedepankan Kejujuran, dukungan materi (jika mampu).

Keberanian, & Kepercayaan.




5) Rumus para MENDONGENG, utk memacu Otak-kiri Membantu pengembangan Otak-kanan Dukungan Motivasi Spiritual utk

Utk ; berhitung, baca & tulis, mengaji membangun & membentuk Keteladanan ’Tumbuh-Kembang’ masalah ;

Guna membentuk ; Sifat dasar, secara langsung, melalui ; Akal-Budi, Terbuka, Imajinasi.

Komunikasi yg baik, membentuk Kreatip-Inovatip, Percaya-Diri Prima, Mobilitas-

Karakter kepribadian yg kuat. Tinggi.

(Inovation Creative by Zulfikri Adrian zen)

TEGURAN MEMA’AFKAN (QS: 4; 148, 149 & 12; 53)

Bukalah ’otak’mu sayang... Lihat dan rasakan juga donk, dampak dari ulah serta prilaku kebiasaan buruk kalian selama ini, yang selalu memberikan ’Stigma’ buruk bagi si korban, selama lebih dari 35 tahun lamanya secara berkesinambungan terus menerus. Dan ’Selamat’, hasilnya sesuai harapan kalian, telah merusak total jalan hidup orang lain dengan cara mengacak-acaknya. Entah kalian sengaja (prilaku bakat jahat) ataupun tidak (karena kebodohan), yang jelas luka lama ini masih selalu menghantui pikiran, masih berbekas, terkadang keluar nanah. Apakah kalian orang ber-Iman, yang masih mempunyai Pikiran, Hati serta Perbuatan yang tidak keji ? Apakah kalian tahu variabel Iman itu, Ucapan, Hati serta Perbuatan itu harus ’Sinkron’/ sama? (HR. Syaidina Ali bin Abi Tholib ra) ? Tolong belajar Iman lagi menurut Islam yang benar, ya..? Ingat, ”Ilmu’ itu terlihat dari ucapan dan perbuatan, serta ’Ilmu’ itu dapat memperbaiki ’Hati’(Imam Al-Ghozali).

Jika kalian ’merasa’ lebih tahu masalah baik buruknya ’Hati’ (sehingga sering men-’judge’/ menghakimi orang dengan ’Busuk-Hati’), dari pada Allah SWT sendiri (QS: 8;24) –selama ini berlagak seperti Nabi dengan menciptakan tebar pesona penampilan kulit saja, yang sangat sulit diajak mengaji (QS:41;26), secara bersama setiap pertemuan--, maka harus berani juga donk, mengkoreksi ayat-ayat berikut ini (QS: 9; 124, 125, 127 & 18; 57). Artinya, sebagai manusia kita tidak bisa mengklaim lebih tahu baik/ buruk Hati kita sendiri, apalagi ’nekad’ ’memanagement’/ mengatur Hati sendiri, apalagi ’Hati’nya orang lain, Paham? Memang membina Hati dengan pengajian, dan jangan lupa jika ada orang menyampaikan ayat-ayat Allah SWT, lalu ditolak dengan ucapan atau sikap, itu namanya ’Busuk-Hati’. Ini ’koreksi’, yang selalu/ cendrung menyuruh orang ’Instrupeksi’ diri, atas kesalahan yang memang sengaja diharapkan untuk melanggengkan kebiasaan buruk dengan cara merusak jalan hidup orang lain yang bukan ’Takdir’nya. Begitu juga dengan dampak ’Takdir, Kehendak dan Ketentuan dari Allah SWT’ dengan ’buah-akibat’ dari Nasib buruk yang telah kalian pilih serta jalani selama ini. Menjadikan hasil laporan buruk dari tulisan ini. Jika Allah tidak Redho, maka sudah barang tentu tulisan ini tidak pernah akan ada. Dan sekarang sedang berjalan merangkak lambat sekali yang nantinya akan bergulir cepat dan besar seperti ’Snow-Ball’ keseluruh dunia sebagai ’akibat’ pembelajaran dari KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) terhadap anak selama 35 tahun lebih. Tulisan ini selain sudah ditunggu-tunggu kalangan para komunitas pendidik dalam Seminar Nasional Penulisan di Universitas Indonesia Depok, juga ditunggu oleh beberapa personal yang juga telah mempunyai nama besar dikalangan pejabat, juga ditunggu oleh komunitas lingkungan sang istri tercinta, yang beda ’keyakinan’, sebagai laporan selama 15 tahun menikahi anaknya tanpa berita yang jelas.

Apakah kalian sudah siap menanggung ’malu’, yang merasa berhasil hidup menaklukan ibu kota tanpa bantuan pihak lain ? Tiba-tiba muncul tulisan seleksi alam ini, yang akan dibaca anak, cucu serta keturunan kalian ? Lalu menjadi mistery pertanyaan yang melunturkan rasa kagum dari orang tua dan nenek moyangnya, menjadi hal yang sangat memalukan ? Menanam bibit kebaikan yang begitu lama, maka hasilnya juga berkali-kali lipat lamanya yang menguntungkan banyak pihak. Begitu juga sebaliknya. Ingat lho, kematian yang paling mengenaskan adalah dalam keadaan membawa rasa Malu, yang tak kunjung usai. Kesalahan terhadap Allah SWT sebesar apapun, pasti dimaafkan jika Taubat Nashuha selama masih hidup, tapi kesalahan terhadap manusia, sangat berbeda sekali, belum tentu dima’afkan ’sepenuhnya’, akibatnya berdampak panjang, walaupun yang dizholimi juga mendapat predikat berdosa. Oleh karena itu, sebelum puasa sampai tidurpun, dianjurkan minta ma’af sesama manusia, baru kepada Allah sehingga bisa bersih menunaikan semua Syari’atNya. ’Orang baik yang selalu tersiksa secara ’ekstrem’, bisa saja ’berubah’ menjadi orang yang sangat jahat’ (Khalil-Gibran).

Dalam Islam anak itu suci-fitrah-bersih, apapun alasannya tidak pantas diperlakukan seperti tindak pelaku kriminal terhadap anak secara ’masal’-’berkesinambungan’-’cara-cara tidak beradab/ biadab’. Jika dari dalam kandungan sudah divonis banyak menyusahkan orang, bukan berarti ’keyakinan’ beragama dipindahkan se-enaknya begitu saja, dengan ’asumsi Dosa-Turunan’ ”semua orang pasti berdosa kepada ibunya, dari semenjak dalam kandungan. Karena setiap orang yang menyusahkan orang lain, itu sudah pasti berdosa. Oleh karena itulah posisi ibu sudah sepantasnya yang ’Paling’ di nomor satukan dalam segala hal, walaupun keadaannya ’benar atau salah’. Berdosa hukumnya, jika tidak menta’atinya...???...” (Dasar-Sinting...). Apa dikira posisi Allah & RasulNya sebagai ’Sauri-Tauladan’ bisa digeser sekenanya begitu saja ? Apa dikira Allah SWT itu ’Bego’ kali ya...? Melegalkan apa saja semua ’kutukan’ salah atau benar dari manusia yang tidak pernah luput dari kesalahan. Berarti, sifat ’Rahman (Kasih) & Rahim (Sayang)’ dari Allah SWT, dapat mengalahkan ’Murka’Nya sendiri, yang selama ini didengungkan hanyalah isapan jempol belaka...???... Atau ’Logika’nya yang salah ya ? Atau Logika & Hati memang dijadikan sering berbenturan, tapi mengapa masih dalam satu tubuh ? Apakah kemampuan Allah yang sempurna, ternyata tidak begitu istimewa menciptakan tubuh manusia, sehingga tidak nyambung ? Atau...

Ternyata, dari konteks kasus ini memberikan pelajaran pemahaman yang sangat berarti sekali mengenai posisi hubungan secara Ahlaq Qul Karimah, yaitu antara; Pencipta, Sang Sauri-tauladan, & Diri-kita. Hal-hal yang menyimpang dari aturan ke-3 variabel tersebut yang telah di’Tetap’kan dari langit sebagai ’Hukum-Alam’. Wajar jika dilanggar menimbulkan bencana bagi para ’PK’ (Pelaku-Kejahatan) tersebut, seperti muncul jenis tulisan ini. ’Spot-Sinopsis’, kejadian yang menancap sebagai ’Rekaman-Memory’ yang telah dicangkokan, yaitu; Dari Balita, sudah diberi gelar ’Monyong’ karena 'lucu' oleh Alm. Ayahnda tercinta. Dilanjutkan dengan panggilan julukan tetap & permanen ’Anjing’, oleh ibunda tercintanya (entah kesalahan yang tidak jelas).

Kemudian dilanggengkan oleh abangnya dengan julukan ’Anjing-Monyong’. Usia hanya beda 1 tahun, namun selalu merasa terancam citra posisinya, kemudian mengendalikan semua ’Tipuan-fitnah’ mautnya sepanjang hidup, --seolah-olah-- semua gerak-gerik sikorban dari A sampai Z, dialah yang lebih tahu dari si korban sendiri, dan dialah penentu arah ceritanya sehingga merusak jalan hidup si korban. Dia bisa bebas berbuat begitu, karena dapat dukungan penuh selain dari ibunya, juga dari semua adik-adik ibunya yang ’note-bane’nya juga sebagai para ’Konspirator Pelaku Kejahatan’ secara masal.

Semua, anak memang pernah mengalami KDRT, namun tidak ada yang rutin secara masal pula lagi. Dipaksa mendahulukan adik perempuan terbesarnya layaknya seorang kakak (karena 'adat-prioritas' untuk Perempuan) yang bengis, dengan sifat dasarnya sangat 'Culas-sekali', 'Pecundang-hebat, serta 'Penelikung-ulung'. Persis sifat-sifat dasar adik-adik ibu si korban yang lainnya. Selain disiksa secara phisik dari orang-tuanya. Hebatnya semua para adik-adik dari ibunya, yang sebenarnya hanya menompang hidup untuk berkarir di Ibu-kota (impian semua orang normal) saja, ikut andil menyiksa merasa seperti orang-tua, dari usia dibawah balita, yaitu; selain dicubit, dipukul, disabet dengan lidi yang dikepang, dijewer keras, dibenamkan kuku dikepala, diIntimidasi, dibentak-bentak, dikurung dalam gudang atau kamar mandi gelap lalu ditakut-takuti secara masal, serta tak luput difitnah. Lebih heboh lagi, entah kesalahan apa yang tidak penting (layaknya seperti Balita membunuh, memperkosa atau sejenisnya), digantung beramai-ramai dengan kebiadaban adik-adik ibunya itu, dengan kaki di atas dan kepala di bawah dipintu, untuk menciptakan ’Rasa Gila-Hormat’ berlebihan, serta ’Rasa takut berlebihan’ kepada mereka. Hebatnya, hal tersebut selalu diceritakan dengan bangga bertahun-tahun lamanya.

Begitu juga, puncak fitnah sandiwara cerita, (memang aneh dan janggal serta ada saksinya) yang dibangun ibunda tercintanya, bahwa si korban pernah membanting ibunya sendiri...???. Berengseknya lagi, ada juga saudara yang juga dari pihak ibunya dari Medan dengan senang hati turut mengambil bagian-bagian yang memojokan saja. Benar-benar BIADAB keturunan BINATANG-BUAS. Tidak ada sungkannya, sesama mereka terlalu sering berkelahi didepan di depan si korban, sewaktu Balita dengan omongan yang kotor-kotor. Begitu juga dengan anak-anak mereka yang tidak pernah mengalami hal tersebut, ikut andil membentak-bentak anak si korban, dasar memang keturunan Bedebah. Hanya 30% saja, keluarga besar dari ibunya yang benar-benar manusia, yaitu orang-orang yang orientasinya, tidak susah diajak menyelesaikan masalah dengan diajak mengaji mendahulukan tingkat pemikiran melalui jenjang pendidikan. Sekarang, jika ditanya, para ’PK’ tersebut selalu menghindar gak jelas, layaknya para ’Priyai-Durjana’ melewati Jelata.

Memang salahsatu butir isi para konspirator dibuat bagaimana caranya, agar si korban benar-benar tidak ada ’Kontribusinya’ kepada keluarga selain –’seolah-olah’— hanya bikin susah keluarga saja. Ternyata ’Konspirasi’ mereka luput, karena banyak saksi seperti para tetangga, sebagai saksi mata yang dikenal lama. Dalam Hadist Shohehpun ditegaskan, ’orang yang paling terdekat setelah orang tua kita, adalah tetangga’. Dalam hadist tersebut bukan disebutkan saudara... Ada 3 kontribusi si korban yang berperan dalam kelangsungan keluarga ’Gamang’, selain hanya ’Hak-Hidup’nya saja yang selalu dirampok, yaitu;

1) Adik terkecilnya, sekitar usia dibawah Balita setelah wafatnya sang Ayah dan ibunya pergi ke Medan menenangkan hati dan pikiran –’katanya’ (aneh...)— bersama adik-adiknya. Menderita sakit panas tinggi mengigau dan kulitnya bercak-bercak merah, malam hari hujan gerimis, semua kakak dan abangnya hanya menyumbang ’panik’ saja. Dengan sigap si Korban langsung menggendongnya, dibawa kedokter tetangga dengan memaksa dokter tersebut. Jika terlambat, lewatlah sudah, atau hidup dengan keadaan ’tuli’ dan ’bisu’.

2) Pernah terjadi kebakaran besar dikomplek perumahan ibunya. Angin keras mengarah kerumah. Beberapa tetangga disamping dan belakang rumah sedang diserang jilatan api. Bunga-bunga api telah merambah karpet plafon atap rumah. Para tetangga sudah melihat pasrah, tidak ada orang dalam rumah, hanya pembantu dan anak-anak kecil. Dari rumah kos-kosan petak kampung belakang, si korban berlari. Dengan nekad si korban masuk memadamkan api sendiri, diiringi teriakan para tetangga. Hanya usaha keras dan berharap melalui sholat ’Khauf’ (sholat dalam ketakutan) dalam rumah yang sudah diliputi asap tebal. Tiba-tiba arah angin berubah arah, dan banyaknya bunga-bunga api mulai padam. Baru adik perempuannya (layaknya seorang majikan) yang tinggal disitu tiba. Andai kata hal tersebut tidak dilakukan, habislah sudah...

3)Entah sampai kapan adik laki-lakinya (anak kesayangan ibundanya) yang hampir lupa diri termasuk anak yang banyak menimbulkan masalah, dapat pekerjaan tetap dengan posisi menguntungkan diperusahaan besar pula lagi. Tidak ada sejarahnya dalam keluarga besar ibundanya, membantu saudara sendiri yang bermasalah dengan posisi sangat menguntungkan dibanding yang membantunya.

Apakah kalian para ’PK’ berpikir ’sedikit-normal’, pernah sadar gak , kalau menuduh orang tanpa bukti yang jelas bisa menimbulkan ’Fitnah’, akan menjadi bumerang, lalu disaksikan 2 orang keluarga baru yang Mu’alaf berbeda agama dari golongan keluarga yang bukan main-main. Semua orang pasti mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan dalam hidupnya. Anehnya, jika ada hal-hal buruk seperti musibah sekalipun yang menimpa si korban, dianggap ’bala-bencana’ akibat melawan para ’PK’, sebagai Hypnotisia. Walaupun setiap musibah yang menimpa si korban tidak ada yang pernah ’nyambung’ sekalipun. Lebih lucunya lagi, setiap musibah yang menimpa para ’PK’ dan sangat mirip dengan fitnah-fitnah yang dilontarkan, dianggap tidak ada hubungannya oleh adik-adik ibunya, seperti :

1. Ada seorang yang mempunyai obsesi bengis menaklukan Ibu-Kota begitu besar, sehingga dalam hidupnya terlalu sering menyusahkan banyak keluarga. Kemudian menciptakan kesan ’pecundang-culas-gak tahu malu’ --seolah-olah-- berhasil hidup layaknya dari kemampuannya sendiri. Namun harus diakui, 90% obsesi bengisnya, menikahkan semua anak gadisnya dengan orang mampu tercapai, untuk membayar semua cela hidup yang pernah dia lakukan. Sekarang style/ gaya ’OKB’ (Orang Kaya Baru) membuatnya lupa-diri, bahwa materi tidak mampu menutup ’Aib’ nama baik karena ’ulah-sendiri’. Kemudian dia menuduh si korban membuntingi dan bawa lari anak orang, pake bawa-bawa agama segala. Alhamdulillah, Allah SWT cepat menjawabnya. Tidak lama kemudian anak laki-lakinya membuntingi anak orang tanpa sebab, serta seorang anak gadisnya jalan dengan suami orang tanpa alasan yang tidak jelas juga, syukur berkat salah satu doa si korban, anak gadisnya sudah menikah dengan orang baik sekali. Hebohnya bukannya koreksi diri, namun anak-anaknya dihajar habis-habisan, seolah-olah anaknya gak tahu diri. Hebatnya dianggap sebagai cobaan hidup (dikira Allah itu kejam kali ya...), padahal karena ’BODONG’ (Bodoh & Dongo) yang dilihatkan kemana-mana tanpa sadar diri. Kelebihannya, memukul orang awalnya dengan mengintai mengendap-endap dari belakang menunggu moment yang tepat dengan sabar, dengan istilah meminjam tangan orang lain, --walaupun itu menggunakan anaknya sendiri--. Hal tersebut ditularkannya kesemua saudaranya yang sejenis. Menelikung adalah keahlian saudara besarnya.

2. Kesempatan kerja selain disekolahkan Omnya (sudah Almarhum juga) dari keluarga pihak Alm. Ayahnda (kebetulan istrinya adik kandung ibunya), telah diberikan peluang kerja tersebut kepada adik ibunya yang paling kecil. Hebatnya, adiknya tersebut tidak pernah sadar akan hal itu, sehingga sering mencela si korban sebagai suami yang tidak bertanggung jawab mencari nafkah dengan bekerja layak. Akhirnya (apapun alasannya), dia juga sudah tidak dipakai lagi karena memang ada masalah sedikit dengan otak dan mentalnya (kata guru SMAnya). Hidupnya terkesan lebih berhasil, karena didukung saling bantu semua keluarganya. Orang bego’ juga tahu itu, gak usah bohong seolah-olah mandiri dech. Keluarga ’PK’ memang terkenal saling bantu dalam kesusahan, namun rumus KDRT tetap berlaku khusus bagi si korban. Hebat ya...

3. Ada juga satu keluarga, hobynya membuat Statment/ pernyataan negatip untuk orang lain, serta memaksa korbannya masuk dalam pernyataannya tersebut (jenis Fitnah juga sich), mengatakan bahwa setiap ada korban pasti keluarga jadi ribut. Alhamdulillah, Allah cepat juga menjawabnya. Terjadilah perceraian-perceraian dengan banyak keributan dalam keluarga tersebut. Dan si korban tidak terlibat sedikitpun juga.

4. Ada juga 2 orang dengan lantang sok tahunya mengatakan seperti Tuhan, bahwa ’cara bicara si korban pasti tidak akan dipakai orang selamanya’. Anehnya, kedua orang tersebut dalam usia produktip sudah tidak dipakai-pakai orang lagi serta dipandang pasangan hidupnya sebelah mata. Lucunya, dua-duanya punya penyakit Jantung. Sedang perjalanan hidup si korban terus melaju mulai banyak disenangi orang, karena terbiasa dari kecil mendahulukan ’Kepentingan’ orang lain sampai mengorbankan hidupnya sendiri.

5.Lebih mengharukan lagi, ada juga seorang almarhum yang telah dihapus dosanya dengan perjalanan penyakitnya yang panjang, mengatakan pada saat lagi sehatnya, ’sudah kakinya (si korban) pincang, sekolah belum selesai, pakai kawin diam-diam segala lagi’. Hebatnya, saat kondisi sakitnya bertambah buruk dan sampai tidak bisa jalan lagi, padahal dokternya bergelar profesor. Si korban datang mencoba membantu dengan kemelaratannya sampai dia bisa jalan lagi, walau mulai pakai tongkat lagi beberapa waktu sebelum wafat.

Makanya, sebelum bertindak, banyaklah berpikir sebagai fungsi manusia seutuhnya (QS: 10;100), agar Allah SWT tidak marah. Lain ceritanya jika kita mau maju menghadapi badai dengan 3 prosedur cara ; 1) Dilawan dengan kecerdasan. 2) tidak mempan, lalu dengan cara dihindari. 3) ternyata badai masih mengikuti maka bertemanlah dengan badai tersebut. Itu namanya proses cara Cerdas, cara Nekad dan cara Gila. Apapun hasilnya, baru bicara Syukur, Sabar, Ikhlas, Qonaah, Zuhud dan Wara serta Tawakal. Semua itu adalah sebagai ’Title’ penghargaan di depan sebagai tujuan akhir, bukan sebagai ’Predikat’ dalam proses. Contoh, Puasa. Puasa berhasil sukses dari Sahur sampai Maghrib, hanya mampu ditempuh oleh orang sabar. Bukannya dalam proses menjalani puasa, dikit-dikit ’sabar?’. Baca dan cari dech QS: 2;155-156, mengenai 5 tahapan cobaan jalan hidup manusia dari Allah SWT secara pasti. Kata ’Sabar’nya hanya satu setelah 5 proses cobaan tersebut. Bukan ada ditiap-tiap point cobaan. Dan ingat, semua tekanan dari Allah, ada patokannya tidak lebih dari 25 para Nabi dan Rasul. Jika ada tekanan yang keluar dari ukuran sebagai patokan, harus dipertanyakan, agar tidak mengambinghitamkan Allah, dengan dalih mengatasnamakan sudah Takdir, Kehendak, Ketentuan dari Yang Maha Kuasa, untuk kepentingan sendiri. Dan hebatnya Allah, semua kesalahan manusia, Allah SWT juga yang membayarnya (QS:4;49 & 94;1-8). Selalu gunakan pikiran agar dipilih Allah pahami Islam (QS: 2;269).

Kesalahan sebagai korban adalah, terlalu menganggap remeh kisah intisari proses pembelajaran dari Nabiullah Yusuf AS (karena ganteng, pinter –pencetus dunia Asuransi--, dan bapaknya Nabi pula lagi dengan cobaan yang asyik banget –tidak sampai cacat, dikejar banyak perempuan, dan sukses kaya sebagai pemimpin lagi) yang disakiti oleh para saudaranya sendiri. Terlambat mencari tahu mengenai nasehat sahabat Rasulullah SAW, yaitu Habib Ibnu Hamzah, ”Barang siapa yang tidak pernah merasa sakit sedikitpun, akibat perbuatan orang bodoh, maka dia akan mendapatkan bahaya lebih besar lagi”. Terlambat mengerti pesan penegasan dari QS 7;199, ”Jadilah pema’af dan suruhlah orang berbuat baik (termasuk tulisan ini), serta jauhilah orang bodoh”. Senada dengan pendapat kalangan ’Sekular’, ”Jangan jadikan beban, seperti menaruh ’monyet’ dipunggungmu. Cepat atau lambat, jika dia besar pasti akan memakan kepalamu itu”.

Ada hal yang sangat sulit dima’afkan (walaupun terpaksa), mengenai ’kebiasaan-buruk’ yang MEMUAKAN yaitu, kalian terlalu sering bertahun-tahun membalik keadaan dengan ’energi-negatip’, melalui konspirasi-sandiwara-Fitnah yang membuat si korban selalu terlihat tampak ’Bodoh’ sekali. Si korban butuh atau tidak butuh dia harus datang walau untuk kepentingan para PK. Kemudian dikecilkan lalu dipojokan, ’terutama’ mengenai masalah uang dan pemberian (akal-akalan). Selalu menciptakan ’Kesan’, agar si korban termasuk orang yang paling tidak mampu dalam berkeluarga apalagi dalam mengelola keuangan, sehingga selalu menyusahkan banyak saudara. Si korban terkesan sudah sering dibantu sana-sini, masih suka nyalah-nyalahin orang lagi.

Sedangkan para PK tersebut, berhasil --seolah-olah-- terkesan ’Piawi’ sekali sebagai contoh yang sangat mandiri (padahal dari hasil merampok setiap ’Kesempatan’ si korban) dalam mengelola rumah tangga serta perekonomian keluarga secara ’Pecundang-Culas’ sekali. Jika berbicara dengan korban mengenai sensitip keuangan, si korban dianggap tidak jujur (Sialan), dan mereka (kalangan PK) selalu mengecil-ngecilkan setiap pendapatan, lalu membesar-besarkan pengeluaran, menghipnotis dengan Pesona tipuan-tipuan maut, bahwa semua masalah dapat diatasi dengan --’Seolah-olah’-- cerdas.

Bila si korban ’kritis’ ada hal yang janggal dalam ceramah tipuan para PK bodoh tersebut, langsung setiap pertanyaan dipotong-potong dengan final menggunakan statmen/ pernyataan usang –seolah-olah terkesan tahu banyak agama, dengan pemahaman sesatnya-- yaitu, ”Jangan suka cari-cari kesalahan orang lain, itu busuk hati namanya dan selalu dengki iri-hati melihat orang maju, itu yang membuat kita tidak bisa maju-maju...” (DASAR BEDEBAH).

Jika tidak suka dengan tulisan ini, dan masih mau bersaudara (sebagai pembendung laju pertumbuhan tulisan ini, yang sudah tidak bisa lagi dihentikan seperti layaknya sebuah keniscayaan mata air yang selalu mendesak memaksa keluar yang sudah tidak bisa lagi ditahan sebesar dan sekuat apapun juga), tolong berikan argument yang jelas, akurat dan tidak ’ngaco..., sebagai awal ’Perubahan’ komunikasi yang tidak ’Ortodox’ sekali.

Dan si ’korban’ sangat berterimakasih sekali atas ’Pengajaran’ selalu mengerdilkan hidup ini. Sehingga membuat diri ini menjadi benar-benar ’kecil’ sekali dan ’keras’ sudah tidak bisa dibentuk lagi serta sudah sangat ’cepat’ mengetahui, bersikap, bertindak untuk hal-hal yang jauh kedepan, layaknya seperti sebuah ’peluru’ yang melesat cepat dan jauh serta ’siap’ menembus tembok besar yang telah kalian bangun selama ini dengan benturan yang maha dahsyat sekali dengan bunyi hentakan dentuman kemana-mana, guna memberangus ’kebiasaan’ energi negatip sifat dasar kemiskinan kalian yang memang sudah sangat-sangat keterlaluan ’Kurang-Ajar’nya dan harus diberi pelajaran melalui tulisan ini sebagai pembelajaran mutlak.

Walaupun sudah di’Ma’afkan’, namun jika responnya tidak ada perubahan lebih berarti, bahkan lebih buruk lagi. Maka jangan kaget, tulisan ini akan menjadi lingkaran pagar yang makin mengecil bagi pergaulan, serta akan membalik semua angan-angan semu para 'PK', cepat atau lambat diketahui keturunannya kelak. Ada 3 dampak tahapan besar, sebagai berikut:

1)Tulisan ini akan menjadi rapot buruk sepanjang masa bagi kalangan keluarga besar (alm.) Ayahnda tercinta, yang mempunyai GEN Kolon DNA orang bermartabat yang mandiri serta bersahaja, dan kalangan lingkungan ’Bayur’ Maninjau serta kalangan Komunitas ’urang awak-Aceh’ yang terkenal gosip kuat beragamanya.

2) Berikutnya, akan beredar kepada keluarga istri tercinta yang beda ke-Imanan (dengan berpangkat yang bukan main-main di Agama Khatolik), sebagai laporan selama 15 tahun mengawini perkembangan anaknya selama ini yang disembunyi-sembunyikan ’Aib’nya, serta membersihkan citra Islam mengenai anak.

3) Akan beredar keseluruh dunia dengan 3 bahasa, sebagai contoh pembelajaran dan pencegahan serta penanggulangan KDRT terhadap anak diseluruh Jagat Raya. Apapun bentuk bantuan 'Tipuan' dari komunitas orang 'Bodoh', tujuannya membuat orang lain jadi banyak berharap kepadanya, serta membuat hidup orang tersebut jadi bertambah susah.

Jika, tulisan ini mampu menggugah serta merubah kebubudayaan tidak terpuji, bukan berarti si Korban lebih berhasi dari sang legendaris Imam Bonjol yang kalah di pertahanan terakhir Maninjau, melawan kaum Adat yang di-back-up Compeny Belanda. Melainkan keberhasilan dari 'Melanjutkan' sedikit lagi dari perjuangan beliau. Termasuk mempertanyakan budaya meninggikan kalangan perempuan. Tidak terkecuali, termasuk posisi Ibu buta Agama –apakah juga-- melebihi Tuhan? Dalam Dongeng (tidak jelas) Malin-Kundang anak Durhako?. Dalam sejarah perjalanan dan perkembangan Agama Islam diseluruh dunia, masalah utama Tauhid, memang selalu berbenturan dengan masalah Budaya. Jika itu pendidikan Akal-Budi, maka dimana Akal-logikanya? Orang yang durhaka terhadap Allah dan RasulNya (masalah Syahadat Tauhid yang utama, sensitip serta riskan), belum pernah ada yang jadi 'Batu' seheboh cerita Malin-Kundang tuh. Kecuali kasus di Timur-tengah, seorang anak gadis durhaka kepada Ibunya yang sedang mengaji (artinya, sang Ibu sedang dialog dengan Allah SWT –tetap saja prioritas ceritanya ditujukan kepada Allah SWT yang di dahulukan, bukan ibunya. Kalau prioritas cerita durhaka kepada ibunya-- dari dulu), anak tersebut menjadi hewan siluman Anjing. Banyak arsipnya. Namun beda sekali dengan kebenaran 'DONGENG' Malin-Kundang, yang gak jelas ceritanya jadi 'Batu'. Apakah sang Ibu juga sedang dialoq dengan Allah SWT? Lama-lama 'Dongeng' ini bisa menyesatkan.

Selama ini, budaya yang dibangun sejak belumlahir, salah mendengungkan penterjemahan posisi Ibu dihormati (lebih) 3x dibanding sang Ayah. Posisi ibu memang 3x dihormati melebihi ayah, karena selain ’Melahirkan’ (sudah Ketentuan Sunatullah, ’gak bisa dijadikan alat mengintimidasi anak), ’Merawat’ hingga dewasa (menurut ketentuan ’Syara’/hukum yang ditetapkan dan telah berlaku dari dahulu serta tidak di’Anulir’ pihak manapun, melainkan sebagai ’Kompilasi’ Hukum Negara). ’Membesarkan’ dengan jiwa dan raganya, artinya selama seorang Ibunda masih bisa melangkah, pasti dia berjuang untuk kepentingan anaknya, dan semua orang tahu perjuangannya itu tanpa ’mengeluh’, itu yang disebut ’Sorga di telapak Kaki Ibu’. Bagaimana menurut pembaca, jika 2 dari 3 syarat menjadi ibunda teladan itu ’dipertanyakan’?. Apakah tidak aneh, bila ada anak diberi predikat ’Durhaka’, namun anaknya bisa mengaji dan ibunya susah sekali diajak mengaji, dengan dalih tidak dapat dicerna akal sehat ?. ’Jangan salah menafsirkan’, ingat lho, porsi orang tua termasuk seorang sosok ibunda tetap tidak melebihi Allah SWT dan RasulNya serta Hukum Ketentuan. Jika bebas menterjemahkannya dalam praktek keseharian bisa saja ’Kekal’ di neraka (sekali lagi, QS: 4;13-14).

Salah menterjemahkan 'Redho Orang-tua juga Redho Allah'. Apakah Allah itu mempunyai sifat 'Kejam' sekali, sehingga melegalkan saja semua do'a negatip dari semua orang tua yang terlibat KDRT terhadap anak sholeh yang selalu mendoakan orang tuanya? Mana dengungan-selogan 'Rahmat dan Kasih-sayang' Allah mengalahkan MurkaNya sendiri? Apakah Allah itu terlihat 'Bodoh' sekali, sehingga terkesan labil dengan sikap 3K-nya (Komitmen, Konsisten, & Konsekuen) yang tidak tahu penempatan mana yang salah dan mana yang benar. Apakah Allah itu punya sifat 'Iseng' sedang bermain 'keberuntungan' biji dadu, sehingga sekenanya saja memberikan jalan hidup setiap orang, susahnya melebihi para Nabi? TIDAK, Allah tidak seburuk fitnah diatas. Allah SWT telah menetapkan jalan hidup setiap orang tidak melebihi Kapasitas'nya, dan tidak mungkin melebihi dari sakitnya para 25 orang nabi dan Rasul, sebagai 'Patokan cobaan hidup (QS: 2;286). Jika da masalah, sakitnya lebih dari patokan, maka itu harus dikoreksi total, agar tidak meng-kambing hitamkan Allah sebagai 'KehendakNya'. Memang banyak kejadian yang tidak dikehendaki Allah SWT (bukan jalan cobaan hidup dariNya), namun Allah SWT juga tidak tinggal diam. Semua pasti sudah menjadi 'Catatan'Nya, yang selalu diberitakan menurut caraNya sendiri, untuk Perubahan Kemajuan Peradaban lebih Mulia.

Apakah para semua komunitas Pelaku-Kejahatan sudah siap, Untuk membuktikan kekuatan ’kebenaran’ tulisan ini sebagai seleksi alam, tidak ada salahnya mencoba mengantisipasinya dengan hal yang sama, hitung-hitung menumbuhkan ’kebiasaan’ baik dalam menulis apa saja. Ingat lho, menulis itu bagian pencerminan jiwa (siapa yang sakit jiwa...???...) sebenarnya, serta pencerminan ilmu yang terpancar dari keselarasan ucapan dan perbuatan.

KESIMPULAN

Rumus dari KARAKTER sejuta dusta yang diciptakan para PK melalui dialoq 1 arah ;

Siapapun dari kalangan PK, setelah melakukan ‚kenistaan‘ secara sengaja kepada si korban, dari pertama mereka (adik-adik ibunya) mulai menompang hidup dirumah alm. Ayahnda, sampai mereka sering berkelahi dengan menggunakan kata-kata kotor didepan si korban sa’at usia masih dibawah balita, menjadikan tumbuh kembang rekaman memory buruk di usia emas (Golden Age). Hebatnya, si korban semenjak kecil menjadi tidak nyaman dan menjadi beringas, kemudian tidak ada sungkannya malah di gantung kaki dibawah dan kepala di atas secara masal, dilanjutkan hukuman-hukuman gila lain yang tidak masuk akal sebagai kesinambungan perusakan mental (DASAR KELUARGA IBLIS).

Jika si korban mulai sedikit bisa bertanya, maka respon baliknya begitu‚ menjijikan‘, yaitu ; Apa?, Ada apa ?, Kenapa ha...! (Pertanyaan beruntun mematikan dengan mata besar dan dagu mengangkat). Siapa ? (dengan nada makin sedikit meninggi, sebelum si korban tuntas berkata). Kapan, kapan, mana ? (Mata tambah membesar, tekanan suara tambah ditekan, sambil mendekat –terkadang berkacak pinggang— menciptakan teror, mengulang-ulang pertanyaan tersebut untuk memotong pembicaraan kembali, tidak jarang kemudian tangan melayang –dasar SETAN--). ‚Gak ada, mau apa kau !‘ (kunci 1000 dusta, berbohong. Padahal tangan, mulut, jejak kaki para PK penuh darah segar). ‚Ah, itukan hanya perasaan kau aja, maksud orang khan baik. (Baik ? kenapa caranya menyimpang dari kebiasaan umum begitu selama bertahun-tahun dan cara itu hanya diberlakukan untuk si korban saja, dan hasilnya jadi rusak begini ?). Tidak jarang juga, --dari ibunya, saudara kandung adik-adik ibunya, bahkan sampai ke neneknya--, sangat pandai mengarang cerita secara cepat/ tepat waktu untuk membalik cerita fitnah, setelah si korban dalam keadaan bingung, kemudian. ‚Makanya instrupeksi ngaca diri, jangan suka nuduh-nuduh/ prasangka jelek, busuk hati kepada orang lain terus... Lalu segera mungkin membuat pernyataan kunci untuk dicangkokan kedalam kepala sikorban yang ketakutan sampai hilang ‚Percaya-Diri, baru dijadikan alat bertahun-tahun lamanya untuk dijadikan cerita memojokan.

Dampak tersebut menambah panjang daftar mimpi buruk dalam hidup, belum lagi sampai tragedi berkeluarga yang menimpa si korban. Selama 14.000 hari, begitu lelahnya selalu bermimpi seram, sampai menghukum diri sendiri sebagai orang yang menyusahkan banyak orang seumur hidup (menuduh Allah SWT, menciptakan diri ini sebagai virus). Menghukum diri dengan ‚busuk-hati‘ sampai selalu mimpi seram (siapa sich yang mau mimpi seram seumur hidup ?), sesuai doktrin pencangkokan pikiran dari pihak keluarga ibunya selama 35 tahun lebih. Ternyata hal tersebut membuat si korban tidak pernah mengalami ‚mimpi-indah‘ yang menjadi cita-cita tinggi, kemudian direalisasikan menjadi keinginan kuat untuk meraih mimpi tersebut. Sangat wajar sekali, apapun yang kebanyakan orang umum tidak mampu melakukannya, si korban mampu meraihnya, namun selalu lepas kembali, layaknya hanya menggapai mimpi saja, kemudian menjadi olok-olokan keluarga. Ternyata, hal tersebut rupanya, bagian skenario besar dari konspirasi fitnah dari saudara kandung dan sebagian besar keluarga ibundanya. Tadinya konspirasi tersebut sulit membuktikannya, namun tulisan ini membuat mereka nyebur sendiri kedalam ceritanya.

Sebetulnya, hati kecil penulis yang menghubungkan menarik benang merah yang sangat panjang sekali dari setiap kejadian-kejadian tidak menyenangkan yang dialaminya semenjak kecil, berharap hanya sebagai spekulasi ‚keterlaluan‘ melabelkan keluarga sebagai ‚Aib‘ dirinya yang harus dibuang sebagai pengganjal perjalanan hidup dirinya, yang sebenarnya kesempatan itu sangat besar sekali dari Allah SWT. Jika akar benang merah tersebut salah, maka Predikat buruk tukang fitnah keluarga melekat pada diri si penulis. Ternyata, dampak tulisanya yang di ACC Allah SWT, sangat kaget menghenyakan bangun dari mimpi buruk yang begitu panjang. Si penulis Sangat kecewa, sedih bercampur sangat marah sekali. Karena keluarga besar dari pihak ibunya, tidak hanya seperti yang tertera dalam tulisan, melainkan ketololan --mental Kemelaratan mereka yang selama ini berlagak layaknya kaum Borjuis, Aristokrat Ningrat--, membuat mereka jadi panik sana-sini, malah mereka terjun masuk dalam tulisan ini. Sebenarnya, jika mereka cerdas, tulisan ini fiktip atau tidak, tidak ada nama-nama pelaku dan foto, para pembaca tidak‚ ambil-pusing Panik merekalah yang membuat orang jadi bertanya, membuat tulisan ini jadi jelas masalahnya.

PENUTUP

Jika bukan karena perjuangan, pengorbanan serta ketabahan istri, untuk; menyadarkanku, berhenti meyakinkan keluarga yang tidak ada istilah ‘Kasih-Sayang-Cinta’ sejati terhadap diriku, sebagai orang yang telah dianggap bahaya dari kandungan, yang mengganjal semua mimpi busuk bagi kalangan ‘PK’. Kecuali, melalui sandiwara ‘Tipuan’ kepura-puraan saja memanfaatkan aku untuk kepentingan mereka sejak dahulu. Percuma saja, apapun pengorbanan yang kuberikan, selama ini aku sangat percaya, bahwa keluarga adalah segalanya, ternyata hal tersebut, benar-bernar telah-sangat menguras ‘waktu-tenaga-pikiran’. Sehingga sangat menggangu kewajiban pemenuhan kebutuhan hidup keluarga sebenarnya. Akhirnya kusadari PERUBAHAN, Perombakan, Pencerahan baru QS;13;11

Potensi diri yang begitu banyak ‘Talenta’ besar terpendam, sebagai bakat dasar yang harus dikembangkan. Selama ini telah dibunuh, direduksi dan ditiadakan oleh ‘internal’ keluarga sendiri (entah untuk kepentingan apapun juga). Tentu tidak ada ‘perubahan’ dari ‘kesadaran’ yang sempat ‘mati-suri’. Hal tersebut jika tidak disadari, bisa membuatku terlena, hidup dalam kehinaan sampai keketurunan. Dia (istriku) giring aku pelan-pelan tapi pasti untuk menulis, melalui kisah-kisah ‘best-saller’ para penulis diseluruh dunia, yang telah berhasil keluar dari tekanan yang mengganjal dirinya sendiri. Setelah tersadar, secara naluriah menjadi ‘puncak-kemarahan’ amat sangat, karena telah lama ‘terakumulasi’ lebih dari 35 tahun, dan tidak dapat terbendung lagi. Secara alamiah, kemarahan tersebut akhirnya bisa surut juga, setelah selesai tulisan ini secara ’Final’. Mengenai dampak baik atau buruknya kelak, itu sudah pasti ada. Namun itu cuma masalah perbaikan ‘Citra’ dan pembelajaran serta pemutus rantai gembok ‘fitnah’ selama ini, untuk pemacu semangat hidup untuk anak cucu kelak. Menulis, ‘Cara-Baru’ keluar dari masalah. Petuah Bijak, “Orang baik itu biasanya tidak sadar dan sering terlambat mengetahui Kejahatan menimpa dirinya sendiri dari yang ada disekitarnya”.

Ada titipan ‘kontrol’ (peredam ‘kumat’ kemarahanku) dari istriku melalui tulisan Islami berikut ini;

Diriwayatkan dari Anas dari Rasulullah saw., dia berkata bahwa ketika Rasulullah saw. sedang duduk, kami melihat beliau tertawa sampai terlihat gigi depannya. Maka Umar bertanya, “Apa yang membuatmu tertawa wahai Rasulullah?’ Rasulullah saw. menjawab, “Dua orang dari umatku duduk berlutut di hadapan Rabbul Izzah (Allah swt.), salah satu darinya berkata, ‘Ya Tuhan, berikanlah hakku karena kezaliman yang dilakukan saudaraku atas diriku.’ Maka Allah SWT. berfirman, ‘Berikan kepada saudaramu haknya karena kezalimanmu.’ Orang itu menjawab, ‘Wahai Tuhan, kebaikan-Ku sudah tidak tersisa lagi.’ Maka Allah berfirman kepada penuntut keadilan, ‘Bagaimana menurutmu, kebaikannya sudah tidak tersisa lagi sedikitpun?’ Penuntut keadilan tersebut berkata, ‘Wahai Tuhan, aku mau dia menanggung dosa-dosaku.”

(Al-Bukhari meriwayatkan Hadis dari Shahabat Abi Hurairah, bahwasanya Nabi Muhammad pernah bersabda, "Siapa saja yang menganiaya saudaranya, baik penganiayaan atas prestise (harga diri)-nya, maupun materi (pisik), maka hendaknya ia meminta kehalalan sebelum Hari di mana dinar dan dirham tidak ada lagi (yaitu Hari Kiamat). Kalaulah ia memiliki amal shaleh, maka pahalanya diambil darinya sebesar kezhaliman yang dilakukannya, dan kalaulah ia tidak memiliki pahala, maka dilimpahkan kepadanya dosa-dosa (orang yang dizhaliminya))".

Anas berkata, “Air mata Rasulullah meleleh karena menangis, kemudian bersabda, ‘Sungguh hari itu adalah hari besar. Hari di mana setiap manusia butuh seseorang yang mau menanggung dosa-dosanya.’ Rasulullah kembali berkata, ‘Kemudian Allah berfirman kepada penuntut keadilan, ‘Angkatlah kepalamu dan lihatlah di dalam surga!’ Maka penuntut keadilan mengangkat kepalanya dan berkata, ‘Wahai Tuhan, aku melihat kota-kota terbuat dari perak yang menjulang dan istana-istana dari emas bermahkota mutiara, untuk nabi siapa ini, ya Allah? Atau untuk shiddiq (orang yang jujur dan benar imannya) yang mana? Atau untuk syahid yang mana?’ Allah berfirman, ‘Bagi orang yang memberikan-Ku sesuatu yang berharga.’ Penuntut keadilan tersebut berkata, ‘Wahai Tuhan, siapa yang memiliki barang berharga tersebut?’ Allah berfirman, ‘Kamu memilikinya,’ penuntut keadilan berkata, ‘Apa itu?’ Allah menjawab, ‘Kamu memberikan maaf kepada saudaramu.’ Penuntut keadilan berkata, ‘Wahai Tuhan, sungguh aku telah memaafkannya.’ Allah SWT. berfirman, ‘Gandenglah tangan saudaramu dan masukkanlah dia ke dalam surga.’ Kemudian pada saat itu Rasulullah saw. bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan antara kalian, sesungguhnya Allah SWT. memperbaiki (mendamaikan) antara orang-orang beriman.” (Mukasyafat al-Qulub) Abu Hamid (al-Ghazali) (Zuhr al-Riyadl).

Akhir tahun 2008 dan Awal Tahun 2009, batas akhir sikap perubahan dari kebiasaa 'Akut'/menahun dari setiap Konspirasi para 'PK' (Pelaku Kejahatan), menginginkan perubahan semua secara bertahap, terlihat batas keberatannya. Sehingga si 'Korban', sudah sangat 'Legowo', agar titipan tulisan ini diangkat sebagai Pembelajaran Peradaban kemajuan yang akan datang. Alasan kalangan 'PK' yang sekarang saling menyalahkan satu sama lain, semua didasari niatan kasih sayang penuh perhatian –yang tidak jelas dasarnya--. Jika ada kesalahan pemahaman, itu hanya masalah 'komunikasi saja'. Namun, si korban bertanya, “Aneh ya, jika semua keburukan masa lalu yang berdampak kepada keturunan si korban sampai waktu yang akan datang, hanya dianggap sebatas kesalahan 'teknis' komunikasi saja.

Mengapa sewaktu si korban berlibur bersama anak istri ke Jawa Tengah, selalu dilayani pihak mertua –yang sebenarnya ingin tahu tinggal/ domisili anak-mantunya yang 15 tahun tidak diketahuinya-- secara luar biasa. Walaupun, sering beda pendapat keras, namun tetap saja anak-anak si Korban disuruh keliling Jawa tengah dan Jawa Timur mengisi liburan sekolah dengan mobil sedan satu-satunya. Padahal keluarga mertua beda ke-Imanan. Dan hebatnya lagi, sewaktu sampai di Jawa Timur disambut hangat oleh teman-teman seperjuangan ke-Imanan waktu kuliah 20 tahun lalu. Si Korban beserta keluarga, tinggal memilih mau nginep dimana saja tanpa harus mengeluarkan biaya. Baik pihak mertua di Jawa Tengah maupun pihak teman-teman di Jawa Timur, mereka sama-sama ta'at sekali beragama dan penganut pendidikan tinggi, walau mereka beda prinsip ke-Imanannya”. Padahal si Korban sama sekali belum pernah memberikan apa-apa sedikitpun selama ini kepada mereka semua. Hebatnya, semua pengorbanan masa depan si korban (mimpi indah, cita-cita tinggi, dan Harapan kuat) telah diberikan semua kepada keluarga Besar Ibunda tercintanya, sampai habis-habisan, sampai tidak mampu berfungsi sebagai Kepala Keluarga.

Namun cara komunikasi mereka terhadap si Korban, hampir tidak ada perubahan sedikitpun juga. Komunikasi seperti apalagi sich yang mereka harapkan ? Sampai sang istri juga bingung menyesuaikan apa maunya cara komunikasi keluarga besar dari pihak Ibu si korban. Jika si korban bicara santun sekali, dianggap berbelit-belit. Jika bicara langsung dengan contoh kasus, dianggap sombong atau suka cari-cari kesalahan orang. Bila bicara to the point langsung kepokok masalah, dianggap tidak sopan. Ternyata komunikasi yang mereka harapkan selama ini –yang sudah mencapai tahun ke-40--, hanya didengar dengan senang hati oleh komunitas kalangan PK, adalah selalu menceritakan 'Kekurangan, Keburukan, Kegagalan' hidup si Korban saja (walaupun si korban berbohong mengenai setiap keburukannya), untuk komunikasi 2 arah, yang ujung-ujungnya 'sok' pinter menasehati saja, padahal mereka kalangan 'PK' tidak seorangpun mengalami KDRT terhadap anak sampai 35 tahun lebih, bahkan mereka termasuk Pelakunya. Tidak ada kapok-kapoknya, para PK menggunakan Dusta cara lama, dengan berbuat dan melapisi kejahatan mereka, membuat jalan hidup orang lain jadi susah sampai keketurunannya, menggunakan dalih membuat stetment/ pernyataan Senioritas, Adat Sopan-santun tidak jelas, menggunakan dalil-dalil Agama (tidak jelas, bias –tidak pada tempatnya--, dan tidak akurat) yang menggambinghitamkan Allah SWT dengan metodologi berpikir dosa turunan. “Dosa”, apa yang dilakukan para usia BALITA, sampai di Intimidasi, Diperlakukan tidak setara, Dihypnotis dengan merusak metodologi berpikir wajarnya, secara berkesinambungan melalui Konspirasi membentuk Stigma Cinderella-man yang di jadikan Bawang-merah dalam keluarga besar ibunya, sehingga anak tersebut mengalami penyakit Psycologi ‘Autis’. Padahal di Islam, anak itu sifatnya Fitrah/ bersih, orang tuanya yang paling dominan memberikan warna kehidupan apa kelak. Dan Islam itu sifatnya juga Seimbang/ Tawadzun (tidak berlebihan), titik keseimbangan juga ada 3. Artinya semua bentuk kesalahan, memang ada dari Allah SWT berupa cobaan (QS: 2;214 & 3;186), ada juga dari manusia itu sendiri (QS:41; 26), dan ada dari pihak lain seperti Lingkungan, budaya dan kerjaan Setan/ Iblis (QS: 41;36). Waullahualam…

Allahamdulillah, aku termasuk orang yang belum jauh terjebak dalam Budaya Bengis Keluarga, karena tulisan ini. Tulisan ini juga termasuk salah satu cara Mematahkan, Memberangus serta Mengikis keras Budaya-budaya Biadab yang mengatasnamakan agama dan tidak lolos seleksi alam. Selama ini, orang-orang terdekat dilingkunganku, termasuk keluarga besar dari (alm.) ayahku, juga tidak pernah sedikitpun mengetahui musibah penganiayaan bertahun-tahun yang kualami sejak kecil. Karena aku termasuk orang yang sebenarnya pandai menyimpan luka ‘Aib’ keluarga dengan rapi. Sekarang mulai banyak ucapan, Masya Allah…, Astafirullah al Azim…, Subahanallah… sangat luar biasa kejadian orang ini”. Akhir kisah ini ditutup do’aku, termasuk sebagai orang ter’Dzolimi‘, Ya Allah…, ‚Dengarlah, Terimalah serta Kabulkanlah‘ do‘aku berikut ini ; Pintarkan/Cerdaskanlah, Bersihkanlah, dan Perbaikilah ‘Hati’, Pikiran, serta Perbuatan umat Islam. Hapuslah segala dosa-dosa semua umat-umat Islam yang terdahulu, sekarang dan yang akan datang. Amin…”.